Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cari Kebenaran, Emir Moeis Ajukan Gugatan ke MK

Kompas.com - 14/09/2017, 19:11 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan anggota DPR dari PDI-P, Izedrik Emir Moeis mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) perihal keterangan saksi yang tidak dihadirkan dalam persidangan. Ketentuan ini tercantum dalam pasal 162 ayat 1 dan 2 KUHAP.

Ahli Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra selaku Kuasa hukum Emir mengatakan, pasal tersebut bertentangan dengan asas kepastian hukum dan keadilan sebagaimana tertuang dalam pasal 28 D UUD 1945.

"Jadi, ini ketentuan yang oleh Emir Moes (dianggap) menghilangkan hak konstitusional beliau untuk memperoleh proses penegakan hukum pidana yang benar dan adil," kata Yusril di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (14/9/2017).

Adapun KUHAP pasal 162 ayat 1 berbunyi, "jika saksi sesudah memberi keterangan dalam penyidikan meninggal dunia atau karena halangan yang sah tidak dapat hadir di sidang atau tidak dipanggil karena jauh tempat kediaman atau tempat tinggalnya atau karena sebab lain yang berhubungan dengan kepentingan negara, maka keterangan yang telah diberikannya itu dibacakan".

(Baca: Emir Moeis Divonis 3 Tahun Penjara)

Sedangkan ayat 2 menyebutkan, "jika keterangan itu sebelumnya telah diberikan di bawah sumpah, maka keterangan itu disamakan nilainya dengan keterangan saksi di bawah sumpah yang diucapkan di sidang".

 

Berdasarkan alasan sesuai pasal tersebut, kata Yusril, maka seorang saksi boleh tidak hadir di persidangan dan cukup menyampaikan keterangannya secara tertulis. Namun, keterangannya itu sama nilainya dengan saksi yang hadir dipersidangan.

Menurut Yusril, ketentuan itu berpotensi menghilangkan hak konstitusional seorang terdakwa. Bahkan, rentan diselewengkan oleh Jaksa Penuntut Umum sebab keterangan saksi tersebut tidak bisa dibantah oleh saksi-saksi yang lain, tidak bisa dikonfrontir dengan keterangan yang lain, tidak bisa ditanya oleh terdakwa, bahkan hakim pun tidak bisa bertanya dan melihat ekspresi ketika orang tersebut memberikan kesaksiannya.

 

(Baca: Merasa Jadi Korban, Emir Moeis Bakal Laporkan Pirooz ke Mabes Polri)

"Akibatnya, bisa timbul kesewenang-wenangan," kata dia.

Lebih dari itu, menurut Yusril, pasal tersebut tidak lagi relevan. Teknologi saat ini sudah berkembang pesat. Jika pun ada seorang saksi tidak bisa datang ke persidangan karena alasan sesuai dengan pasal tersebut, maka dapat dilakukan via komunikasi visual.

"Jadi pertanyaan kami apakah pasal-pasal ini perlu dipertahankan apa tidak? Dengan kemajuan teknologi informasi, ada teleconference, segala macam. Semestinya bisa dipanggil orangnya, didengarkan melalui teleconference," kata dia.

Berawal dari kasus yang menjerat Emir 

Menurut Yusril, secara nyata berlakunya pasal tersebut telah merugikan Emir pada kasus dugaan suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarahan, Lampung, tahun 2004.

Saat itu, Emir berkali-kali meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Majelis Hakim menghadirkan Presiden Direktur Pacific Resources Inc., Pirooz Muhammad Sharafih yang berkewarganegaraan asing, namun tidak pernah didatangkan.

Halaman:


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com