JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan, ada dua alasan yang dinilainya menjadi penyebab stagnannya elektabilitas Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Ada yang beranggapan, elektabilitas Prabowo stagnan dibandingkan Joko Widodo. Hal ini berkaca dari survei publik yang dilakukan oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS).
"Ya Pak Prabowo kan bukan petahana. Kalau petahana itu tiap hari ada dalam berita. Batuk saja kan jadi berita," ujar Fadli, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/9/2017).
Berbeda dengan Jokowi, kata Fadli, Prabowo justru disibukkan dengan urusan partai.
"Kalau Pak Prabowo kan ya membina partai sekarang ini, walaupun juga banyak bertemu tokoh-tokoh masyarakat," kata Wakil Ketua DPR ini.
Oleh karena itu, menurut dia, wajar apabila Prabowo kurang mendapat sorotan, dan elektabilitasnya cenderung stagnan.
Alasan kedua, kata Fadli, karena kompetisi atau kampanye terbuka belum dimulai.
"Jadi ya wajar saja. Calon pun belum. Ya nanti kita lihat lah, masih dua tahun lagi," tutur Fadli.
Dia juga tak khawatir apabila dalam masa dua tahun itu elektabilitas Jokowi semakin meroket.
"Enggak, saya enggak khawatir, karena kompetisinya sendiri kan belum (mulai)," ujar Fadli.
Survei yang dilakukan CSIS terhadap 1.000 orang yang tersebar merata di 34 provinsi, dari 23-30 Agustus 2017 menunjukkan salah satu temuan yaitu tingkat elektabilitas Presiden dan tokoh-tokoh politik.
Hasilnya elektabilitas Jokowi meningkat dari 36,1 persen (2015), 41,9 persen (2016), menjadi 50,9 persen (2017).
Sementara itu, elektabilitas Prabowo cenderung mengalami stagnasi dari 28 persen (2015), 24,3 persen (2016), menjadi 25,8 persen (2017).
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.