Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Didik Supriyanto
Kolumnis

Kolomnis, tinggal di Semarang, bisa dihubungi melalui didik.rangga@gmail.com. Selain menulis di beberapa media, Didik Supriyanto juga menulis sejumlah buku pemilu. Daftar buku-buku pemilu karya Didik Supriyanto bisa dilihat di https://goo.gl/8rSaEm

Mengenali Pemilu Agar Tak Sebal Melulu

Kompas.com - 06/09/2017, 07:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

CIRI utama negara demokrasi adalah menggelar pemilihan umum atau pemilu secara periodik untuk memilih pemimpin, baik di lembaga legislatif maupun eksekutif. Pemilu merupakan peristiwa kompleks, karena event politik ini bukan sekadar memilih pemimpin, tetapi juga pertarungan ideologi dan masa depan negara.

Di balik tindakan memberikan suara, pemilih memiliki refererensi politik panjang, penyelenggara memerlukan tenaga dan biaya luar biasa, sedang peserta mempertaruhkan segalanya demi kursi kekuasaan.

Merosotnya peran ideologi dalam kehidupan masyarakat bukan berarti melenyapkan pengaruhnya dalam momen politik. Rakyat terdidik mafhum, bahwa memilih pemimpin harus berdasarkan pertimbangan rasional: program bagus dan kapasitas mumpuni.

Tetapi pertimbangan itu bisa berantakan ketika isu ideologi mengemuka. Terjadilah split dalam diri pemilih seperti terjadi dalam Pilkada Jakarta 2017: menilai Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berhasil memimpin Jakarta, tetapi menolak memilihnya kembali karena agama (baca ideologi) berbeda.

Bagi penyelenggara menyiapkan surat suara bukan sulit. Tapi tidak banyak orang tahu, mereka menghadapi kendala waktu.

Baca juga: Mendagri Usul Peserta Pemilu yang Gunakan Hoaks Didiskualifikasi

Pertama, jarak antara terkumpulnya data pemilih dengan mulainya cetak sangat mepet. Kedua, surat suara tercetak tidak boleh tersimpan lama agar tidak mudah dicuri atau dipalsukan.

Dan memberikan suara bukan hanya soal surat suara, tetapi juga tempat pemungutan suara, bilik suara, dan petugas. Yang terakhir ini tidak hanya perlu dibayar, tetapi juga harus dilatih agar bisa bekerja baik.

Pemilih dan penyelenggara biasa mengatasi masalah atas dasar pengetahuan dan pengalaman. Tetapi bagi peserta, masalahnya tidak sederhana.

Pemilu adalah soal masa depan politik, bahkan soal hidup mati. Para calon anggota legislatif, calon pejabat eksekutif, dan partai politik pendukung siap menang, tetapi tidak siap kalah.

Terlebih jika kekalahan itu ditengarai diwarnai pelanggaran. Mereka menempuh jalur hukum meskipun bukti-bukti tidak memadai agar hakim membalik hasil penghitungan suara. Tapi itu lebih baik daripada mengandalkan kekerasan: mencederai lawan dan membakar kantor penyelenggara.

Perilaku pemilih, penyelenggara, calon, dan peserta pemilu dibingkai oleh peraturan pemilu. Peraturan ini bersumber dari konstitusi, undang-undang, dan peraturan teknis. Konstitusi mengatur tentang asas, periodisasi, dan sistem.

Asas pemilu di manam pun di negara demokrasi sama: free and fair atau bebas dan jujur. UUD 1945 merumuskan dengan bahasa lain: langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Periodisasi pemilu menandakan adanya pembatasan masa jabatan anggota legislatif dan pejabat eksekutif. Tujuannya agar rakyat bisa mengontrol kekuasaan: bagus dipilih kembali, jelek takkan dipilih lagi.

Sedangkan sistem pemilu adalah konversi atau pengubahan suara (pemilih) menjadi kursi (calon terpilih). Dalam mengubah suara menjadi kursi ini terdapat beberpa variabel: besaran daerah pemilihan, metode pencalonan, metode pemberian suara, formula perolehan suara, dan penetapan calon terpilih.

Sebagian variabel tersebut ditentukan oleh konstitusi, namun jika konstitsui tidak mengaturnya, maka undang-undang pemilu harus mengatur secara jelas agar penyelenggara tidak bingung dalam membuat peraturan teknis.

Variabel-variabel itu sebetulnya inti pemilu sehingga memahami soal ini dapat memecah kerumitan pemilu.

Ketentuan-ketentuan tentang variabel pemilu tidak hanya berdampak pada hasil pemilu (calon terpilih), tetapi juga proses pemilu, yaitu pelaksanaan tahapan pemilu: penetapan daerah pemilihan, pendaftaran pemilih, pendaftaran peserta pemilu, pendaftaran calon, kampanye, pemungutan suara, penghitungan suara, penetapan calon terpilih, dan pelantikan calon terpilih.

Setiap tahapan memerlukan pengaturan, dan setiap pengaturan memerlukan penegakan. Itulah hukum pemilu.

Jumlah pemilu di setiap negara berbeda tergantung pada sistem pemerintahan (eksekutif) dan sistem parlemen (legislatif) yang digunakan.

Di dunia ini ada tiga jenis sistem pemerintahan: pertama, parlementer yang dipimpin perdana menteri, seperti di Inggris, Jepang, dan Malaysia; kedua, presidensial yang dipimpin presiden, seperti di Amerika Serikat, Korea, dan Philipina; dan ketiga, campuran, yang dipimpin presiden dan perdana menteri, seperti di Perancis dan Rusia.

Sedangkan sistem parlemen terdapat dua jenis: pertama, unikameral atau satu kamar (DPR); kedua, bikameral atau dua kamar (DPR dan Senat). Jerman penganut bikameral, hanya memilih DPR, sedangkan Senat berasal dari pemimpin negara bagian; sedang di Amerika, baik DPR maupun Senat dipilih melalui pemilu.

Dalam sistem parlementer, pemilu memilih wakil rakyat di legislatif, selanjutnya anggota legislatif memilih pejabat eksekutif. Sedang penganut sistem presidensial mengenal dua jenis pemilu: pertama, pemilu memilih anggota legislatif; kedua, pemilu memilih pajabat eksekutif.

Baca juga: UU Pemilu Diteken Jokowi, Istana Berharap KPU dan Bawaslu Segera Bekerja

Sementara dalam sistem pemerintahan campuran, pemilu memilih anggota legislatif dan pejabat eksekutif (presiden), selanjutnya anggota legislatif memilih pejabat eksekutif lainnya (perdana menteri).

Jumlah pemilu bertambah banyak jika setiap provinsi atau negara bagian juga menggunakan pemilu untuk memilih anggota legislatif dan pejabat eksekutif. Dan bertambah banyak lagi jika pemerintahan lokal di bawah provinsi atau negara bagian juga menggunkan pemilu untuk pemilih pemimpinnya lokalnya.

Sekarang menjadi jelas, betapa kompleks mengurus pemilu di Indonesia. Kita menganut sistem presidensial, sehingga menyelenggarakan pemilu legislatif dan pemilu eksekutif.

Anggota legisaltif dan pejabat ekekutif yang kita pilih tidak hanya tingkat nasional, tetapi juga provinsi dan kabupaten/kota. Sudah begitu, karena kita menggunakan sistem parlemen dua kamar, maka kita juga memilih anggota DPD.

Oleh karena itu urusan pemilu kadang membuat kita frustrasi, meski kita tahu ini syarat demokrasi. Semoga hadirnya Kolom Pemilu di Kompas.com ini pada hari-hari mendatang bisa membantu dalam mamahami urusan pemilu agar kita tidak bosan dan sebal melulu.

Simak dan nantikan Kolom Pemilu oleh Didik Supriyanto di Kompas.com. 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Nasional
Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Nasional
Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Nasional
Kuasa Hukum Caleg Jawab 'Siap' Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Kuasa Hukum Caleg Jawab "Siap" Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Nasional
Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Nasional
Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Nasional
Ditegur MK Tak Serius Ikuti Sidang, KPU Mengaku Punya Banyak Agenda

Ditegur MK Tak Serius Ikuti Sidang, KPU Mengaku Punya Banyak Agenda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com