Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/09/2017, 20:07 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

Analogi yang disodorkan Hikmahanto adalah mengandaikan orang keturunan Jawa yang lahir dan besar di Suriname terlibat konflik sosial lalu dipaksa balik ke Banyumas, Jawa Tengah. “Mana bisa begitu? Mereka sudah lama tinggal di situ,” kata dia.

Heru menambahkan, persoalan geopolitik terkait Rohingya bahkan sudah berlangsung sejak sebelum etnis ini mayoritas beragama Islam.

Bola di tangan Myanmar

Dari semua catatan tersebut, Heru berpendapat saat ini bola persoalan Rohingya memang ada di tangan Myanmar. Mau tidak mau, kata dia, Myanmar harus mau menerima dan memberikan kewarganegaraan pada Rohingya.

“Terlebih lagi, persoalan ini mencuat terutama sejak junta militer berkuasa pada 1960-an, lalu ditambah ada Burma Citizenship Law pada 1982 yang tak mengakui etnis ini sebagai warga negara. Sekarang kan sudah rezim sipil, Myanmar harus bisa memberi pengakuan (kewarganegaraan),” kata Heru.

Jauh-jauh hari, pengingkaran soal hak kewarganegaraan dalam Burma Citizenship Law tersebut sudah menjadi kajian kritis antara lain oleh Human Right Watch. Rincian tersebut diurai dalam satu bab berjudul "Discrimination in Arakan" pada salah satu laporannya. 

Tanpa ada itikad baik Myanmar, Heru berpendapat persoalan Rohingya akan terus menjadi lingkaran setan di kawasan Asia Tenggara. Bersamaan, imbuh dia, negara-negara di kawasan Asia Tenggara, ASEAN, dan PBB juga tak boleh tinggal diam.

“Bila ini terus dibiarkan, dampaknya tak hanya dirasakan Myanmar dan Banglades, tetapi bisa jadi problem besar bagi negara-negara di kawasan hanya karena abainya Myanmar dan diamnya ASEAN,” ungkap Heru.

(Baca juga: Kekerasan terhadap Warga Rohingya Bukan Konflik Agama)

Sejauh ini, imbas masalah Rohingya di Myanmar yang sudah dirasakan negara-negara Asia Tenggara adalah pengungsi dan manusia perahu. Banglades, Thailand, Indonesia, dan Malaysia, sudah terkena "limpahan" pengungsi ini.

Penyelesaian persoalan Rohingya sudah tak cukup dilakukan melalui perundingan tanpa ada langkah nyata. Lagi pula, ujar Heru, masalah Rohingya juga sudah meluas ke soal kemiskinan dan rendahnya pendidikan.

Alasan etnis ini diduga merupakan kelompok kriminal juga ditepis Heru. Menurut dia, hanya segelintir Rohingya yang melakukan itu, sementara ada lebih banyak Rohingya terimbas kekerasan termasuk perempuan dan anak-anak.

“Myanmar harus bertanggung jawab. Berikan juga hak-hak (kewarganegaraan) setelah rekognisi,” tegas Heru.

Jangan sampai, harap Heru, situasi ini sampai dimanfaatkan oleh kepentingan lain yang semakin memperparah persoalan atas nama berbagai sentimen.

Bila Myanmar tak juga punya nyali

Bila kekerasan di Rakhine tidak juga dihentikan, kata Hikmahanto, masyarakat internasional dapat bertindak atas Myanmar. Landasan tindakan internasional ini adalah konsep responsibility to protect (R2P).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ahli Sebut Keawetan dan Usia Tol MBZ Berkurang karena Spesifikasi Material Diubah

Ahli Sebut Keawetan dan Usia Tol MBZ Berkurang karena Spesifikasi Material Diubah

Nasional
PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

Nasional
PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

Nasional
Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Nasional
Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Nasional
Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Nasional
Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Nasional
Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Nasional
TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

Nasional
Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Nasional
Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Nasional
Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Nasional
26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

Nasional
Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Nasional
Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com