Salin Artikel

Mencari Solusi Rohingya...

“Pertanyaannya, langkah konkret itu yang seperti apa?” ujar Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, saat dihubungi melalui telepon, Senin (4/9/2017).

Lewat akun Facebook-nya, Presiden pada Minggu (3/9/2017) malam mengeluarkan sembilan poin pernyataan soal krisis kemanusiaan Rohingya di wilayah Rakhine, Myanmar.

Pernyataan itu juga mencakup penugasan bagi Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi untuk turun langsung melobi Myanmar dan pengerahan bantuan kemanusiaan.

Menurut Hikmahanto, bantuan kemanusiaan pun belum bisa sepenuhnya disebut sebagai langkah konkret untuk solusi permasalahan di Rakhine. 

“Bantuan kemanusiaan itu seperti pemadam kebakaran. Hulu persoalannya di Myanmar, (yaitu) soal kewarganegaraan (Rohingya),” kata dia.

Dalam pertemuan dengan pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi pada Senin ini, Hikmahanto berharap Retno dapat menegaskan kekerasan yang sekarang terjadi di Rakhine sudah memenuhi kategori genosida dan pembersihan etnis.

“Banyak negara sudah menyatakan (soal terpenuhinya kategori) itu,” sebut Hikmahanto.

Pertama, hentikan dulu kekerasan

Bicara Rohingya, tarikan sejarahnya tak hanya hitungan hari, bulan, atau bahkan tahun. Solusinya pun tidak bisa semata penyelesaian biasa, karenanya.

“Ini juga bukan kasus kekerasan spontan saja, melainkan struktural, massif, dan sudah berlangsung lama bahkan sejak sebelum negara itu lepas dari pendudukan Inggris,” ujar Dosen Hukum HAM Universitas Indonesia, Heru Susetyo, dalam percakapan telepon, Senin.

Karenanya, kata Heru, perlu pendekatan komprehensif yang memenuhi pula rasa keadilan dan memperhatikan masalah kesejahteraan dan keadilan sosial selain soal keamanan.

Namun, lanjut Heru, apa pun solusi yang akan ditempuh, syarat pertamanya adalah penghentian kekerasan terhadap Rohingya.

Senada dengan Heru, Hikmahanto pun tak melihat ada negara lain yang punya cukup dasar melebih Myanmar untuk memberikan pengakuan kewarganegaraan kepada Rohingya.

Asal-usul dan jejak perpindahan Rohingya selama konflik geopolitik lintas-generasi, menurut Hikmahanto tak lagi sahih menjadi dalih Myanmar untuk mengelak.

Analogi yang disodorkan Hikmahanto adalah mengandaikan orang keturunan Jawa yang lahir dan besar di Suriname terlibat konflik sosial lalu dipaksa balik ke Banyumas, Jawa Tengah. “Mana bisa begitu? Mereka sudah lama tinggal di situ,” kata dia.

Heru menambahkan, persoalan geopolitik terkait Rohingya bahkan sudah berlangsung sejak sebelum etnis ini mayoritas beragama Islam.

Bola di tangan Myanmar

Dari semua catatan tersebut, Heru berpendapat saat ini bola persoalan Rohingya memang ada di tangan Myanmar. Mau tidak mau, kata dia, Myanmar harus mau menerima dan memberikan kewarganegaraan pada Rohingya.

“Terlebih lagi, persoalan ini mencuat terutama sejak junta militer berkuasa pada 1960-an, lalu ditambah ada Burma Citizenship Law pada 1982 yang tak mengakui etnis ini sebagai warga negara. Sekarang kan sudah rezim sipil, Myanmar harus bisa memberi pengakuan (kewarganegaraan),” kata Heru.

Jauh-jauh hari, pengingkaran soal hak kewarganegaraan dalam Burma Citizenship Law tersebut sudah menjadi kajian kritis antara lain oleh Human Right Watch. Rincian tersebut diurai dalam satu bab berjudul "Discrimination in Arakan" pada salah satu laporannya. 

Tanpa ada itikad baik Myanmar, Heru berpendapat persoalan Rohingya akan terus menjadi lingkaran setan di kawasan Asia Tenggara. Bersamaan, imbuh dia, negara-negara di kawasan Asia Tenggara, ASEAN, dan PBB juga tak boleh tinggal diam.

“Bila ini terus dibiarkan, dampaknya tak hanya dirasakan Myanmar dan Banglades, tetapi bisa jadi problem besar bagi negara-negara di kawasan hanya karena abainya Myanmar dan diamnya ASEAN,” ungkap Heru.

Sejauh ini, imbas masalah Rohingya di Myanmar yang sudah dirasakan negara-negara Asia Tenggara adalah pengungsi dan manusia perahu. Banglades, Thailand, Indonesia, dan Malaysia, sudah terkena "limpahan" pengungsi ini.

Penyelesaian persoalan Rohingya sudah tak cukup dilakukan melalui perundingan tanpa ada langkah nyata. Lagi pula, ujar Heru, masalah Rohingya juga sudah meluas ke soal kemiskinan dan rendahnya pendidikan.

Alasan etnis ini diduga merupakan kelompok kriminal juga ditepis Heru. Menurut dia, hanya segelintir Rohingya yang melakukan itu, sementara ada lebih banyak Rohingya terimbas kekerasan termasuk perempuan dan anak-anak.

“Myanmar harus bertanggung jawab. Berikan juga hak-hak (kewarganegaraan) setelah rekognisi,” tegas Heru.

Jangan sampai, harap Heru, situasi ini sampai dimanfaatkan oleh kepentingan lain yang semakin memperparah persoalan atas nama berbagai sentimen.

Bila Myanmar tak juga punya nyali

Bila kekerasan di Rakhine tidak juga dihentikan, kata Hikmahanto, masyarakat internasional dapat bertindak atas Myanmar. Landasan tindakan internasional ini adalah konsep responsibility to protect (R2P).

Sidang darurat ASEAN pun karenanya memungkinkan digelar untuk membahas persoalan ini. Bila sidang memutuskan telah terjadi upaya pembersihan etnis di Rakhine, sanksi bisa dijatuhkan supaya kekerasan dihentikan.

“Kalau (sanksi) tidak bisa juga (menghentikan kekerasan), tentara masuk (ke Myanmar) tapi harus pakai mandat PBB,” tegas Hikmahanto.

Isu makar atau kepentingan penguasaan kekayaan alam Rakhine oleh Rohingya dibantah pula oleh Heru. Menurut dia, konflik panjang yang melibatkan Rohingya—sekali lagi—telah menempatkan mereka sebagai orang-orang miskin dan kurang pendidikan yang rawan berlanjut bila persoalan hulu soal kewarganegaraan itu diselesaikan.

“Masa mau selamanya mereka jadi stateless ethnic, etnik tanpa negara?” tanya Heru.

Meski menggunakan nama resmi negara kesatuan (union), kata Heru, Myanmar yang sebelumnya bernama Burma adalah negara etnis. Salah satu buktinya, sebut dia, adalah penyebutan “division” dan “state” untuk suatu wilayah berdasarkan etnis yang tinggal di sana.

Mau mendorong solusi untuk Rohingya? Desak penghentian kekerasan dan pengakuan kewarganegaraan mereka, sekarang!

https://nasional.kompas.com/read/2017/09/04/20073041/mencari-solusi-rohingya

Terkini Lainnya

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke