Gerobak es dawet ayu ditempatkan persis di antara ruang makan dan ruang keluarga.
Tidak ada harga pasti saat menjual minuman. Buwas berseloroh "Seikhlasnya saja, buat anak. He-he-he."
Untuk mendapat segelas es dawet, tamu diminta menukarkan dengan sebuah koin berukuran besar yang terbuat dari tanah liat.
Beberapa tamu membayar dengan uang asli, beberapa lainnya justru hanya memindahkan koin itu ke dalam sebuah wadah dan mengambil satu gelas untuk segera diminum tanpa membayar sepeserpun.
Hasil 'penjualan' Es Dawet itu sesuai adat Jawa, akan diberikan kepada anak yang akan melangsungkan pernikahan. Sebagai wujud dari berakhirnya tanggung jawab orangtua kepada anak.
Saat menghitung hasil 'penjualannya', Buwas memberikan koin itu kepada Nindy.
"Satu miliar, dua miliar, tiga miliar....Oke, 64 miliar dari Es Dawet. Ha-ha-ha," kata Buwas sambil tertawa lepas.
Sedang Nindy, yang berada di samping Buwas, terlihat terus tersenyum dan menahan tawa atas perilaku ayahnya.
Berawal dari acara kepolisian
Kisah cinta Nindya dan Herviano Widyatama bermula dari pertemuan di sebuah acara kepolisian.
Seorang kerabat yang hadir dalam upacara adat di kediaman Buwas bercerita, Budi Gunawan dan Buwas pernah mengikuti acara di kawasan Bogor bersama dengan keluarga anggota polisi lainnya.
Saat itu, Budi Gunawan membawa serta putranya dan Budi Waseso membawa Nindy ke acara tersebut.
Keduanya kemudian berkenalan dan menjalin hubungan ke taraf yang lebih serius.
"Saya kurang ingat, itu soalnya beberapa tahun lalu, dua atau tiga tahun lalu. Terus kenalan berdua di sana. Terus alhamdulillah bisa sampai sekarang," kata wanita muda yang enggan menyebut namanya itu.
Tak menjodohkan