JAKARTA, KOMPAS.com - Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaksanakan rapat dengar pendapat dengan Kongres Advokat Indonesia (KAI), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), serta anggota Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Kamis (31/8/2017) sore.
Sejumlah klarifikasi temuan awal dan informasi baru didapatkan pansus. Salah satunya soal seleksi untuk menjadi pengacara pendamping pihak yang tersangkut perkara di KPK.
"Kalau tidak diizinkan oleh pimpinan KPK mereka tidak bisa pengacara di sana," kata Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK Taufiqulhadi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta
Di samping itu, salah satu advokat mengungkapkan bahwa KPK pernah meminta uang untuk Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI), Indra Sahnun Lubis menyampaikan bahwa KPK pernah meminta uang kepada kliennya, Probosutedjo sebesar Rp 5 miliar. Uang itu disebut untuk menjebak oknum pegawai Mahkamah Agung (MA) dalam OTT. Namun, uang tersebut tak dikembalikan hingga kini.
(Baca: Dahnil: Pansus Angket Persekongkolan Sempurna...)
Dari sisi penegakan hukum, kata Taufiqulhadi, KPK juga kerap mengabaikan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Itu lah yang mau kami tunjukan kepada masyarakat kepada pers bahwa tidak ada sama sekali pansus ini ingin memojokan salah satu lembaga hukum," ujar dia.
"Tetapi kalau itu ada hal yang perlu kami koreksi maka kami koreksi," sambungnya.
Adapun terkait tindak lanjut temuan tersebut, pansus masih akan mengkonfirmasi sejumlah temuan. Pada waktunya, seluruh temuan pansus yang terkonfirmasi akan dilaporkan pada forum paripurna.
"Ketika pansus ini telah selesai maka semua ini kami lampirkan sebagai sebuah bahan untuk rekomendasi," ucap Politisi Partai Nasdem itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.