Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pimpinan KPK Nilai Revisi UU Tipikor Lebih Tepat Dibanding UU KPK, Apa Alasannya?

Kompas.com - 29/08/2017, 06:30 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menilai, revisi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi lebih tepat dibanding wacana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Hal itu disampaikannya menanggapi dugaan pelemahan KPK melalui wacana revisi UU KPK oleh DPR RI.

"Kalau saya lebih cenderung begini, kita enggak usah bicara UU KPK-nya, Undang-Undang Tipikor-nya saja dulu itu dibenerin, daripada mereka bicara hak angket, (atau revisi) undang-Undang KPK. Undang-Undang Tipikor-nya kita benerin dulu," kata Saut, dalam program acara Aiman yang ditayangkan Kompas TV, Senin (28/8/2017).

Baca: ICW: Tidak Berpartai, Fahri Hamzah Tak Berhak Dorong Perppu UU KPK

Saut menyebutkan, ada tiga hal yang seharusnya dievaluasi dari UU Tipikor.

Tiga hal tersebut terkait belum diakomodasikannya pidana korporasi, perampasan aset hasil tindak pidana (illicit enrichment), dan memperdagangkan pengaruh (trading influence).

"Itu kan sudah kita tanda tangani piagam PBB-nya. Tapi belum kita sesuaikan dengan kita mengimplementasikan di undang-undang kita," ujar Saut.

Oleh karena itu, ia menilai, wacana revisi UU KPK salah alamat.

Saut menduga, ada sesuatu di balik wacana tersebut agar KPK menjadi tidak optimal melakukan pemberantasan korupsi.

Baca juga: Revisi UU KPK, Fahri Hamzah Usulkan Presiden Terbitkan Perppu

"Undang-Undang KPK yang sekarang ini sudahlah dibiarkan saja dulu, kalau memang kami perlu di-check and balance, lewat Komisi III. Kami sering dengan Komisi III, kami di-check and balance, ditanya dan segala macam, untuk kemudian kami bisa lebih prudence lagi dalam menangani kasus," ujar Saut.

Namun, Saut yakin upaya pelemahan tidak akan terjadi terhadap KPK.

"Ya KPK itu sudah punya bentuk organisasi yang memang memori organisasinya itu cukup kuat. Diganti siapapun KPK ini, siapapun masuk, ini sudah punya format, roh organisasinya itu sudah tumbuh," ujar Saut.

Kompas TV Revisi UU KPK, Upaya Perlemah Kewenangan KPK? (Bag 1)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com