JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menilai, revisi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi lebih tepat dibanding wacana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Hal itu disampaikannya menanggapi dugaan pelemahan KPK melalui wacana revisi UU KPK oleh DPR RI.
"Kalau saya lebih cenderung begini, kita enggak usah bicara UU KPK-nya, Undang-Undang Tipikor-nya saja dulu itu dibenerin, daripada mereka bicara hak angket, (atau revisi) undang-Undang KPK. Undang-Undang Tipikor-nya kita benerin dulu," kata Saut, dalam program acara Aiman yang ditayangkan Kompas TV, Senin (28/8/2017).
Baca: ICW: Tidak Berpartai, Fahri Hamzah Tak Berhak Dorong Perppu UU KPK
Saut menyebutkan, ada tiga hal yang seharusnya dievaluasi dari UU Tipikor.
Tiga hal tersebut terkait belum diakomodasikannya pidana korporasi, perampasan aset hasil tindak pidana (illicit enrichment), dan memperdagangkan pengaruh (trading influence).
"Itu kan sudah kita tanda tangani piagam PBB-nya. Tapi belum kita sesuaikan dengan kita mengimplementasikan di undang-undang kita," ujar Saut.
Oleh karena itu, ia menilai, wacana revisi UU KPK salah alamat.
Saut menduga, ada sesuatu di balik wacana tersebut agar KPK menjadi tidak optimal melakukan pemberantasan korupsi.
Baca juga: Revisi UU KPK, Fahri Hamzah Usulkan Presiden Terbitkan Perppu
"Undang-Undang KPK yang sekarang ini sudahlah dibiarkan saja dulu, kalau memang kami perlu di-check and balance, lewat Komisi III. Kami sering dengan Komisi III, kami di-check and balance, ditanya dan segala macam, untuk kemudian kami bisa lebih prudence lagi dalam menangani kasus," ujar Saut.
Namun, Saut yakin upaya pelemahan tidak akan terjadi terhadap KPK.
"Ya KPK itu sudah punya bentuk organisasi yang memang memori organisasinya itu cukup kuat. Diganti siapapun KPK ini, siapapun masuk, ini sudah punya format, roh organisasinya itu sudah tumbuh," ujar Saut.