Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Napi Kasus Korupsi Anggap Remisi adalah Hak yang Tak Bisa Dihilangkan

Kompas.com - 24/08/2017, 19:27 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Lima terpidana kasus korupsi, yakni Suryadharma Ali, OC Kaligis, Irman Gusman, Barnabas Suebu, dan Waryana Karno menilai bahwa remisi seharusnya juga diberikan kepada koruptor.

Hal ini disampaikan Muhammad Rullyani, kuasa hukum kelima terpidana tersebut dalam sidang uji materi terkait ketentuan remisi yang diatur pada Pasal 14 Ayat 1 huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Sidang digelar di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (24/8/2017).

Rullyani mengatakan, Undang-Undang Dasar 1945 telah menjamin hak setiap warga negara Indonesia tanpa kecuali.

"Pasal 27 ayat 1 yang menyebutkan bahwa segala warga negara persamaan kedudukannya di depan hukum dan dalam pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya," kata Rullyani.

Baca: Ingin Dapat Remisi, Lima Napi Korupsi Ini Ajukan Gugatan ke MK

Selain itu, lanjut dia, Pasal 28 d ayat 1 UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Pasal 28 i ayat 2 UUD 1945 juga menegaskan bahwa setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapat perlindungan atas perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

Akan tetapi, kata Rullyani, remisi tidak diberlakukan bagi terpidana kasus korupsi.

Adapun, aturan mengenai hak bagi terpidana juga sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Pasal 14 Ayat 1 huruf i undang-undang tersebut menyebutkan bahwa narapidana berhak mendapatkan pengurangan masa pidana atau remisi.

"Maka hak-hak remisi adalah hak yang tidak bisa dinegasikan (dihilangkan)," kata dia.

Ia juga berharap agar MK memutuskan bahwa ketentuan dalam Pasal 14 Ayat 1 huruf i UU 12/1995 tentang Pemasyarakatan tidak berlaku selama dimaknai "tidak bagi narapidana kasus korupsi".

Uji materi tersebut teregistrasi di MK dengan Nomor Perkara 54/PUU/-XV/2017.

Kompas TV Bagi KPK, tak ada ampun bagi koruptor. Tertangkap tangan menerima suap atau korupsi, maka KPK tak segan melakukan penahanan. Mulai dari bupati hingga hakim konstitusi. Sungguh. KPK telah menjelma jadi predator menakutkan bagi para koruptor. "Keangkeran" KPK saat ini juga terlihat dari rumah tahanan barunya. Di gedung merah putih, rutan bagi tersangka kasus korupsi ini terletak di belakang gedung utama. Rutan ini dapat menampung 37 tahanan. Terdapat tiga sel dan satu sel isolasi untuk tahanan perempuan. Sementara, untuk tahanan pria tersedia delapan sel dan satu sel isolasi. Jangan harap ada fasilitas pendingin ruangan, televisi, atau kasur empuk. Karena yang tersedia hanya ranjang keras dari beton yang berdampingan dengan toilet. Selain itu, rutan KPK juga memiliki sejumlah kelebihan dibandingkan rutan lain. Hadirnya KPK sejak 2003 silam tak dipungkiri telah memunculkan asa bagi pemberantasan korupsi. KPK kini telah menjelma menjadi salah satu "roh" dalam pemberantasan korupsi.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com