Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengawasan MA: Kalau Tidak Bisa Dibina, Ya Dibinasakan

Kompas.com - 24/08/2017, 09:00 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com - Ketua Kamar Pengawasan Mahkamah Agung (MA) Sunarto menegaskan bahwa pihaknya akan meningkatkan fungsi pengawasan terhadap seluruh aparatur di lingkungan lembaga peradilan.

Hal tersebut dilakukan agar kasus dugaan suap yang menimpa panitera pengganti Pengadilan Jakarta Selatan Tarmizi tidak kembali terjadi.

Tarmizi ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menerima suap Rp 400 juta dari Akhmadi Zaini, pengacara PT Aquamarine Divindo Inspection terkait kasus perdata gugatan wanprestasi. Zaini diduga menyuap Tarmizi untuk memengaruhi putusan hakim.

"Kalau Ini tidak bisa dibina ya dibinasakan. Itu prinsipnya badan pengawasan," ujar Sunarto saat berbicara dalam Lokakarya Media bersama MA dan EU-UNDP Sustain di Bandung, Jawa Barat, Rabu (23/8/2017).

"Jadi kalau misalnya ada laporan dari masyarakat, ada pengacara yang telepon-teleponan dengan panitera pengganti, kami akan langsung panggil," kata dia.

Sunarto menuturkan, selama ini Badan Pengawas MA selalu menjalankan fungsi pembinaan dalam rangka pencegahan tindakan penyimpangan. Pembinaan dilakukan terhadap seluruh pimpinan pengadilan, hakim dan panitera.

"Peran Badan Pengawas itu kan melakukan pembinaan dalam rangka pencegahan. Itu tidak kurang-kurang kami melakukan pembinaan. Sampai Ketua MA mengumpulkan para pimpinan pengadilan, hakim dan panitera," kata Sunarto.

(Baca juga: OTT terhadap Panitera dan Pembenahan Sistem Manajemen Perkara)

Salah satu peningkatan pengawasan yang dilakukan Bawas MA yakni dengan menjalin kerja sama dengan KPK. Sunarto mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengirimkan 10 aparatur Badan Pengawasan untuk menjalani pendidikan di KPK.

Sepuluh aparatur tersebut dilatih untuk melakukan fungsi pemantauan, pengintaian dan intelijen di lingkungan lembaga peradilan.

"Kami sudah kerja sama dengan KPK untuk seber pungli (sapu bersih pungutan liar) itu. Ada 10 aparatur di Banwas yang dididik oleh KPK untuk melakukan pemantauan, pengintaian dan intelijen," ucapnya.

(Baca: KPK Didik 10 Pegawai MA Jadi "Mata-mata" Lembaga Peradilan)

Sunarto menuturkan, sepuluh orang tersebut akan menjadi mata-mata dan bertugas menelusuri adanya dugaan penyimpangan yang berdasarkan laporan dari berbagai sumber, termasuk laporan dari masyarakat.

Selain itu, kata Sunarto, mereka juga akan bertukar informasi dengan KPK. Sebab, meskipun bertugas sebagai mata-mata, sepuluh orang tersebut tidak memiliki kewenangan penyadapan.

"Jadi kalau misalnya ada laporan dari masyarakat, ada pengacara yang telepon-teleponan dengan panitera pengganti, kami akan langsung panggil. Bedanya kita tidak punya hak menyadap dan tidak punya alat sadap. Nanti kita akan tukar informasi dengan KPK," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kejagung Ajukan Banding Vonis Achsanul Qosasi di Kasus Korupsi BTS

Kejagung Ajukan Banding Vonis Achsanul Qosasi di Kasus Korupsi BTS

Nasional
Anies Ingin Bertemu Prabowo Sebelum Pilkada 2024, Demokrat: Kita Harus Sambut Baik

Anies Ingin Bertemu Prabowo Sebelum Pilkada 2024, Demokrat: Kita Harus Sambut Baik

Nasional
Demokrat Anggap Ridwan Kamil Cocok Masuk Jakarta, Ungkit Jokowi dari Solo

Demokrat Anggap Ridwan Kamil Cocok Masuk Jakarta, Ungkit Jokowi dari Solo

Nasional
Sekjen PKS Sebut Jokowi Sodorkan Kaesang ke Sejumlah Parpol untuk Maju Pilkada Jakarta

Sekjen PKS Sebut Jokowi Sodorkan Kaesang ke Sejumlah Parpol untuk Maju Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Nilai Pintu Koalisi Masih Terbuka Meski PKS Usung Anies-Sohibul di Jakarta

PDI-P Nilai Pintu Koalisi Masih Terbuka Meski PKS Usung Anies-Sohibul di Jakarta

Nasional
Tinjau RSUD di Barito Timur, Jokowi Soroti Kurangnya Dokter Spesialis

Tinjau RSUD di Barito Timur, Jokowi Soroti Kurangnya Dokter Spesialis

Nasional
PDN Kena 'Ransomware', Pemerintah Dianggap Tak Mau Belajar

PDN Kena "Ransomware", Pemerintah Dianggap Tak Mau Belajar

Nasional
Jokowi Persilakan KPK Usut Kasus Korupsi Bansos Presiden

Jokowi Persilakan KPK Usut Kasus Korupsi Bansos Presiden

Nasional
PKS Klaim Tolak Tawaran Kursi Bacawagub DKI dari KIM, Pilih Usung Anies-Sohibul

PKS Klaim Tolak Tawaran Kursi Bacawagub DKI dari KIM, Pilih Usung Anies-Sohibul

Nasional
Penangkapan 103 WNA Terkait Kejahatan Siber Berawal dari Imigrasi Awasi Sebuah Vila di Bali

Penangkapan 103 WNA Terkait Kejahatan Siber Berawal dari Imigrasi Awasi Sebuah Vila di Bali

Nasional
Rumah Pensiun Jokowi Mulai Dibangun, Kemensetneg: Presiden Sendiri yang Memilih Lokasi

Rumah Pensiun Jokowi Mulai Dibangun, Kemensetneg: Presiden Sendiri yang Memilih Lokasi

Nasional
Serangan Siber PDN Dinilai Semakin Menggerus Kepercayaan Publik

Serangan Siber PDN Dinilai Semakin Menggerus Kepercayaan Publik

Nasional
Publik Dirugikan 'Ransomware' PDN Bisa Tuntut Perdata Pemerintah

Publik Dirugikan "Ransomware" PDN Bisa Tuntut Perdata Pemerintah

Nasional
KPK Tetapkan 9 Tersangka Korupsi Proyek Pengerukan Alur Pelayaran di 4 Pelabuhan

KPK Tetapkan 9 Tersangka Korupsi Proyek Pengerukan Alur Pelayaran di 4 Pelabuhan

Nasional
Notifikasi Dampak 'Ransomware' PDN Nihil, Sikap Pemerintah Dipertanyakan

Notifikasi Dampak "Ransomware" PDN Nihil, Sikap Pemerintah Dipertanyakan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com