Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perppu Ormas, Yenny Wahid Nilai Tak Ada Demokrasi yang Dilanggar

Kompas.com - 14/08/2017, 23:49 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Wahid Foundation, Yenny Wahid, menilai penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas) tidak bisa dijadikan acuan bahwa pemerintah telah bertindak otoriter.

Sebab, pemerintah tidak serta-merta menutup upaya perlawanan bagi pihak yang organsisasinya dibubarkan, yakni dengan cara mengajukan gugatan ke pengadilan.

"Orang (organisasi) yang dituduh melawan Pancasila itu kan bisa menuntut keputusan pemerintah. Jadi menurut saya di sini tidak ada prinsip demokrasi yang dilanggar," kata Yenny, di sela Simposium Nasional "Bangkit Bergerak, Pemuda Indonesia Majukan Bangsa" yang digelar di Balai Kartini, Jakarta, Senin (14/8/2017).

"Kecuali kalau tidak ada ruang bagi kelompok (yang dibubarkan) untuk membela diri, baru bisa kita bilang ini otoriter," ujar dia.

Menurut Yenny, pemerintah telah menegaskan bahwa pembubaran dilakukan hanya terhadap organisasi yang intoleran dan anti-Pancasila.

Oleh karena itu, langkah pemerintah menerbitkan Perppu Ormas sedianya dipahami guna menjamin terwujudnya toleransi di masyarakat.

"Pemerintah memang melaksanakan amanah dari masyarakat yang menginginkan adanya suasana yang toleran, suasana yang baik, dan pemerintah perlu punya perppu, instrumen pemerintah untuk memastikan bahwa ideologi yang sudah jadi amanat pemerintahan ini bisa dijalankan, yaitu ideologi Pancasila," kata dia.

(Baca juga: Koalisi: Ada Banyak Cara Hilangkan Radikalisme Selain Terbitkan Perppu Ormas)

Sebelumnya, perihal pengajuan gugatan bagi ormas yang tidak terima dibubarkan telah disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto.

Ia menegaskan bahwa ormas yang dibubarkan memiliki kesempatan untuk menggugat keputusan pemerintah tersebut ke pengadilan.

"Pemerintah sangat hati-hati untuk merumuskan perppu ini. Tidak sewenang-wenang. Setelah Perppu ini keluar, toh ormas yang dinilai menyimpang dari Pancasila, UUD 1945, menentang NKRI dan dicabut izinnya, masih berhak untuk masuk ke ranah peradilan. Masih berhak untuk menggugat," ujar Wiranto, Jumat (14/7/2017).

Menurut Wiranto, penerbitan perppu tidak tidak berarti pemerintah membatasi kebebasan bagi masyarakat untuk mendirikan ormas sesuai dengan prinsip demokrasi. Namun, kebebasan itu harus dibatasi secara hukum melalui undang-undang.

"Kebebasan berserikat, menyatakan pendapat, tapi bukan kebebasan yang sebebas-bebasnya. Bukan kebebasan tanpa batas, ada batasan itu, ada batasan hukum melalui UU," kata Wiranto.

Kompas TV Jokowi Dituding Presiden Diktator (Bag 2)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Nasional
Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Nasional
Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Nasional
Kuasa Hukum Caleg Jawab 'Siap' Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Kuasa Hukum Caleg Jawab "Siap" Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Nasional
Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Nasional
Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com