JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Sekretaris Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama, Abdul Karim, mengaku menerima uang 17.000 dollar AS.
Uang tersebut diduga terkait pengadaan kitab suci Al Quran tahun 2011.
Hal itu diakui Abdul Karim saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/8/2017).
Abdul Karim bersaksi untuk terdakwa Fahd El Fouz.
"Waktu itu saya tolak, tapi dipaksa untuk terima," ujar Abdul Karim kepada majelis hakim.
Uang tersebut berasal dari Abdul Kadir dan Ali Djufrie yang merupakan perwakilan dari PT Adhi Aksara Abadi Indonesia.
Baca: Fahd Ungkap Priyo, Jazuli, Karding, dan Nurul Iman Terlibat Korupsi Al Quran
Saat ditanya apakah pemberian uang itu terkait perubahan anggaran dari Rp 9 miliar menjadi Rp 59 miliar, Abdul Karim mengatakan tidak tahu.
Namun, ia membenarkan bahwa pernah ada perintah dari Kepala Biro Perencanaan pada Setjen Kemenag, Syamsuddin dan anggota Badan Anggaran DPR, Zulkarnaen Djabar, agar membuat surat usulan penambahan anggaran untuk Bimas Islam.
Bimas Islam meminta penambahan anggaran sebesar Rp 50 miliar dari dana optimalisasi.
Menurut Abdul Karim, saat itu uang tersebut diberikan untuk menambah dana sumbangan pembangunan pesantren.
"Itu diberikan ke saya syukuran saja, katanya 'Untuk bantu perjuangan Bapak. Saya tahu persis mereka ada pembangunan pesantren," kata Abdul Kadir.
Baca: Fahd Sebut Salah Satu Saksi Berbohong untuk Lindungi Priyo Budi Santoso
Dalam kasus ini, Fahd didakwa bersama-sama dengan anggota Badan Anggaran DPR Zulkarnaen Djabar dan anaknya, Dendy Prasetia Zulkarnaen Putra.
Ketiganya menerima suap sebesar Rp 14,3 miliar karena telah menjadikan PT Batu Karya Mas sebagai pemenang dalam pekerjaan pengadaan laboratorium komputer.
Kemudian, menjadikan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia sebagai pemenang dalam pekerjaan pengadaan kitab sucil Al Quran tahun 2011.
Selain itu, memenangkan PT Sinergi Pustaka Indonesia sebagai pemenang dalam pekerjaan pengadaan Al Quran tahun 2012.