Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrat: Sungguh Menggelikan Apa yang Disampaikan Pak Jokowi

Kompas.com - 29/07/2017, 07:46 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto menyayangkan pernyataan Jokowi yang membandingkan penggunaan presidential threshold pada 2014 dengan pemilu 2019 mendatang.  Didik menganggap Jokowi telah menyederhanakan persoalan yang berbeda normanya dengan logika dan nalar yang sangat subyektif dan tidak rasional.

"Sungguh menggelikan apa yang disampaikan Pak Jokowi terkait penetapan presidential threshold dalam UU Penyelenggaraan Pemilu," kata Didik dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (29/7/2017).

Penetapan presidential threshold dalam Pemilu 2014 dan Pemilu 2019, lanjut Didik, sangat berbeda norma, logika, dan implikasi struktur politik yang melandasinya. Sebab, berdasarkan putusan  Mahkamah Konstitusi, pemilu legislatif dan pemilu presiden dilaksanakan serentak pada 2019.

"Akal dan nalar sehat, sangat jelas dapat menjelaskan, bagaimana menetapkan presidential threshold di kala Pileg dan Pilpres dilakukan serentak," ucap Didik.

Karena serentak, lanjut dia, maka hasil pileg tidak bisa digunakan sebagai ambang batas bagi parpol atau gabungan parpol mencalonkan presiden dan wakil presiden. Pemerintah pun mengakalinya dengan menggunakan hasil pileg 2014 lalu.

Baca juga: Jokowi Jawab Kritik Prabowo: Kenapa Dulu Tidak Ramai?

Namun, Didik menilai hasil Pileg 2014 sudah kehilangan legitimasinya apabila dijadikan dasar penetapan presidential threshold pada Pilpres 2019. Selain sudah dijadikan dasar pada Pilpres 2014, juga bisa menistakan siklus kepemimpinan nasional.

"Dengan melandaskan Pilpres 2019 kepada hasil Pileg 2014, memberikan makna bahwa siklus kepemimpinan nasional yang selama ini dalam ketatanegaraan dan konstitusi kita selama 5 tahun, akan bisa begeser kepada siklus 10 tahun. Tentu kalau ini yang terjadi maka akan melanggar konstitusi kita," kata Didik.

Didik juga menyayangkan pernyataan Jokowi yang menyebut UU sebagai produk di DPR. Didik mengingatkan, sesuai dengan konstitusi, kewenangan membuat UU dilakukan oleh DPR bersama-sama Pemerintah. Belum lagi, RUU Penyelenggaraan Pemilu adalah inisiatif Pemerintah.

Selain itu, dalam pembahasan, pemerintah lah yang sejak awal keukeuh menginginkan presidential threshold sebesar 20 persen kursi DPR dan 25 persen suara sah nasional.

Atas dasar itulah, pasca penetapan presidential threshold 20-25 Persen, menjadi keharusan bagi Demokrat menegakkan mandatori konstitusi.

"Sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara tidak perlu kebakaran jenggot dengan subyektifitasnya. Sebagai Presiden, sudah seharusnya Jokowi bisa memberikan pembelajaran dan legacy yang baik, cerdas dan punya nilai edukatif apabila ingin menjadi negarawan," ucap Didik.

Baca juga: Prabowo: Presidential Threshold Lelucon Politik yang Menipu Rakyat

Jokowi sebelumnya mempertanyakan pihak yang memprotes ketentuan presidential threshold 20-25 persen. Padahal, menurut Jokowi, aturan itu sudah ada sejak pilpres 2014 dan 2009.

"Kenapa dulu tidak ramai? Dulu ingat, dulu (Gerindra dan Demokrat) meminta dan mengikuti (presidential threshold 20-25 persen), kok sekarang jadi berbeda?" ucap Jokowi saat dicegat wartawan usai menghadiri peluncuran program pendidikan vokasi dan industri, di Cikarang, Jumat (28/7/2017).

Hal ini disampaikan Jokowi merespons pertemuan SBY dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

Dalam jumpa pers usai pertemuan itu, Prabowo yang didampingi SBY, menyebut presidential threshold adalah lelucon untuk membodohi rakyat. Namun, saat ditanya wartawan mengenai pileg dan pilpres 2019 digelar secara serentak, Jokowi tidak menjawabnya. Ia hanya mengulang pernyataan yang sudah ia berikan.

"Ya kan ini mempertanyakan presidential tresshold 20 persen, kenapa dulu tidak ramai? Penyederhanaan sangat penting sekali dalam rangka visi politik kita ke depan," jawab Jokowi.

Kompas TV Ajakan boikot pilpres 2019 oleh Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Arief Poyuono jika gagal menggugat ke Mahkamah Konstitusi menuai kritikan masyarakat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com