JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pemilu dalam rapat paripurna yang berakhir pada Jumat (21/7/2017) dini hari.
Pengesahan ini termasuk menetapkan keputusan atas lima isu krusial dalam RUU Pemilu yang belum mencapai kesepakatan dalam pembahasan tingkat Pansus.
Lima isu itu yakni soal sistem pemilu, ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold), ambang batas parlemen, metode konversi suara, dan alokasi kursi per dapil.
Secara aklamasi, opsi paket A disahkan.
Opsi A terdiri dari sistem pemilu terbuka presidential threshold 20-25 persen, ambang batas parlemen 4 persen, metode konversi suara sainte lague murni, dan kursi dapil 3-10.
Baca: Yusril: Saya Akan Lawan UU Pemilu yang Baru Disahkan ke MK
Sistem pemilu terbuka
Sistem pemilu proporsional terbuka merupakan sistem yang cenderung membebaskan pemilih untuk memilih calon yang diinginkannya.
Calon legislatif terpilih adalah mereka yang mendapatkan suara terbanyak dari pemilih.
Sistem ini banyak diusulkan oleh pengamat pemilu karena dianggap lebih demokratis dan tingkat partisipasi masyarakat akan lebih tinggi.
Alasannya, pemilih bisa memilih langsung wakilnya.
Sistem ini baru benar-benar diterapkan pada Pemilu 2009 dan Pemilu 2014.
Baca: Mendagri Siap jika UU Pemilu Digugat ke MK
Ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold)
Isu presidential threshold merupakan isu yang paling menimbulkan perdebatan di antara lima isu krusial lainnya.
Hingga diputuskan, isu ini masih menuai pro kontra tak hanya dari luar parlemen, tetapi juga di internal parlemen.
Presidential threshold yang akhirnya diputuskan adalah 20-25 persen, yakni 20 persen suara kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional.
Ketentuan ini sudah diberlakukan pada Pemilu 2009 dan 2014 lalu.
Akan tetapi, pada dua pemilu sebelumnya, penyelenggaraan pemilu legislatif dan pemilihan presiden tidak digelar secara serentak.
Baca: Diwarnai Aksi "Walk Out", DPR Sahkan UU Pemilu
Pemilu legislatif yang dilaksanakan lebih awal, dan hasilnya dijadikan "modal" dalam mengusung calon presiden pada pemilihan presiden.
Sementara pada Pemilu 2019 mendatang, Pileg dan Pilpres akan dilaksanakan serentak pada hari dan jam yang sama.
Sebagai gambaran, pada Pilpres 2014, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla diusung oleh PDI-P (18,95 persen suara), PKB (9,04 persen suara), Nasdem (6,72 persen suara), Hanura (5,26 persen suara), dan PKPI (0,91 persen).
Jika digabungkan, suara lima partai tersebut melebihi 25 persen.
Gabungan atau koalisi partai-partai itu dapat mengajukan calon dan calon wakil presiden.
Sementara, jika dihitung berdasarkan perolehan kursi parlemen, kursi gabungan empat partai (minus PKPI yang tak lolos ke DPR) berjumlah 208 kursi.