Jumlah tersebut cukup untuk mencalonkan pasangan capres dan cawapres karena mininum kursi yang harus dikantongi untuk mencalonkan adalah 112 kursi.
Jika sesuai dengan hasil yang diputuskan DPR, maka yang digunakan adalah hasil pemilihan legislatif 2014.
Dengan demikian, cara perhitungan tak akan jauh berbeda.
Akan tetapi, poin ini menuai pro dan kontra karena sejumlah kalangan menilai hasil Pemilu 2014 sudah tak bisa digunakan untuk Pilpres 2019.
Partai Gerindra yang menolak usulan presidential threshold 20-25 persen bahkan menyebutnya dengan istilah "tiket usang".
Ambang batas parlemen
Ambang batas parlemen atau parliamentary threshold yang disahkan adalah 4 persen.
Artinya, naik 0,5 persen dari Pemilu 2014 lalu.
Sehingga, partai yang perolehan suaranya tak mencapai 4 persen pada pemilihan legislatif tak akan lolos sebagai anggota DPR RI, DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota.
Untuk DPR RI, misalnya.
PBB dan PKPI tak bisa lolos pada 2014 lalu karena perolehan suaranya tak mencapai 3,5 persen.
PBB hanya memperoleh 1,46 persen suara sedangkan PKPI hanya 0,91 persen suara.
Poin ini telah disepakati oleh semua fraksi di parlemen.
Berbeda dengan poin presidential threshold yang dianggap sudah tak relevan karena pemilu legislatif dan pemilihan presiden 2019 dilaksanakan serentak.
Metode konversi suara
Poin pembahasan metode konversi suara bisa juga cukup rumit.
Metode yang akhirnya "diketok palu" DPR pada rapat paripurna, Kamis (20/7/2017) malam, adalah metode sainte lague murni.
Dalam mengonversi suara menjadi kursi, metode sainte lague modifikasi membagi jumlah suara tiap partai di suatu dapil dengan empat angka konstanta sesuai rumus.
Konstanta awalnya dimulai dengan angka 1.
Kemudian, akan dibagi sesuai dilanjutkan dengan angka ganjil berikutnya.
Setelah itu, hasilnya diperingkat sesuai dengan jumlah kursi dalam suatu dapil.