JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam sepekan terakhir, suasana di Gedung merah putih KPK selalu lebih ramai dari biasanya. Masyarakat dari berbagai elemen berlomba memberikan dukungan terhadap KPK.
Tak hanya melalui audiensi kepada pimpinan dan pegawai KPK, sebagian dari masyarakat sipil menunjukkan kepeduliannya lewat aksi.
"Maling-maling kecil dihakimi, maling-maling besar dilindungi", begitu salah satu lirik lagu yang dibawakan band punk Marjinal di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (14/7/2017) malam.
Marjinal menjadi salah satu bagian masyarakat sipil yang menyuarakan harapan agar Indonesia bebas dari korupsi. Bersama para aktivis antikorupsi, tokoh agama dan anggota dari beragam komunitas, Marjinal menyerukan penolakan hak angket DPR yang digulirkan terhadap KPK.
"Tolak hak angket," ujar Mike, vokalis Marjinal.
Para personel grup band Slank bertemu dengan pimpinan KPK di Gedung KPK, Kamis (13/7/2017).
Slank hadir di KPK dalam rangka menggelar mini konser bertema "Jurus Tandur, Maju Terus Pantang Mundur Menolak Hak Angket". Vokalis Slank, Kaka, menyatakan bahwa Slank tak ingin ada pihak yang mau melemahkan KPK.
"Sesuai temanya sore hari ini mini konser maju terus pantang mundur kita, Slank, 100 persen suport KPK maju terus pantang mudur, enggak boleh ada yang melemahkan," ujar Kaka.
(Baca juga: KPK Berharap Presiden Sampaikan Sikap Tolak Hak Angket)
Sementara itu, Bimbim mengatakan, lembaga KPK merupakan suatu harapan dan mimpi bagi bangsa ini. Jika harapan dan mimpi itu dihilangkan, bisa berdampak pada bangsa.
"Kami anggap 'KPK hope' (dan) mimpi (dari) suatu kumpulan, suatu kelompok, suatu bangsa. Kalau mimpinya dihilangkan, bisa bubar. Jadi hari ini datang supaya meyakinkan diri dan teman-teman di KPK harapan ini jangan hilang," ujar Bimbim.
Jihad lawan korupsi
Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj menemui pimpinan KPK di Gedung KPK, Selasa (11/7/2017). Said Aqil menyatakan bahwa eksistensi KPK masih tetap dibutuhkan.
Said Aqil mengatakan, kedatangan dia dan sejumlah pengurus PBNU untuk memberikan dukungan moral pada KPK yang akhir-akhir ini dalam posisi yang terdesak. Menurut Said Aqil, PBNU dan KPK telah bersepakat untuk berjihad melawan korupsi.
"KPK sedang banyak dikelitikin, banyak dianggap tidak perlu atau kurang berfungsi," kata Said Aqil.
Putri mantan Presiden RI Abdurrachman Wahid, Yenny Wahid, ikut mendampingi Said Aqil Siradj saat menemui pimpinan KPK. Yenny mengatakan, kedatangannya tersebut untuk memberikan dukungan kepada KPK yang sedang mendapat upaya pelemahan.
Menurut Yenny, dukungan kepada KPK merupakan bagian dari upaya mewujudkan cita-cita bersama agar Indonesia bebas dari korupsi.
"Kami melihat bahwa pemberantasan korupsi sedang diuji. Ujian itu datang dari Wakil Rakyat kita melalui hak angketnya," ujar Ketua BEM UI Syaeful Munjab di Gedung KPK.
Ada empat poin yang disampaikan Ikatan Mahasiswa UI. Pertama, mahasiswa UI menolak dengan tegas upaya pelemahan korupsi di Indonesia. Kedua, Ikatan Mahasiswa menuntut DPR untuk membubarkan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket terhadap KPK.
Ketiga, menuntut DPR menarik pengajuan hak angket. Keempat, menyatakan bahwa Ikatan Mahasiswa UI akan bersikap objektif tentang pemberantasan korupsi di Indonesia.
Poetry for Integrity
Dukungan untuk KPK pada pekan ini ditutup dengan aksi masyarakat sipil dan aktivis yang menggelar pertunjukan seni dan doa bersama di depan Gedung KPK, Jumat malam. Aksi yang diberi nama "Poetry for Integrity" ini sekaligus menyatakan penolakan terhadap hak angket yang digulirkan DPR terhadap KPK.
Pertunjukan seni dimulai dengan penampilan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. Penampilan Saut cukup menarik antusias para penonton, terutama saat lagu berjudul "Home" milik penyanyi Michael Buble dimainkan menggunakan saksofon.
"Di dalam musik itu ada doa. Doa kita bersama adalah Indonesia bersih dari korupsi," ujar Saut.
Sesuai tajuk acara, pertunjukan utama dalam aksi ini adalah pembacaan puisi. Secara bergiliran, puisi dibacakan oleh siswa sekolah. Beberapa tokoh yang dikenal sebagai aktivis antikorupsi juga ikut membacakan puisi. Sebut saja, sosiolog dari Universitas Indonesia, Imam Prasodjo dan mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.
Selain itu, ada juga penampilan dari, Yenny Wahid. Di halaman depan Gedung KPK, komunitas seni rupa memamerkan lukisan yang bertema antikorupsi. Beberapa juga membuat mural yang menyindir pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket.
Di tengah acara, masyarakat sipil dan aktivis dari berbagai lembaga menggelar doa bersama sambil menyalakan lilin. Doa dipimpin secara bergantian oleh tokoh agama Islam, Kristen, Hindu, Budha, Katolik dan Konghucu. Salah
satu tokoh agama yang hadir dan memimpin doa adalah pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Abdul Moqsith Ghazali.
"Segala upaya dan tindakan untuk membatasi KPK di dalam menegakan hukum itu harus dilawan. Salah satunya hak angket DPR," ujar Abdul Moqsith.
Menurut Abdul, upaya menghalangi KPK disamakan dengan merusak cita-cita untuk membersihkan Indonesia dari korupsi. Menurut Abdul, proses hukum yang sedang berjalan tidak dapat diintervensi oleh siapa pun.
"Saya kira teman-teman di DPR yang jumlahnya 500an lebih itu harus berpikir lebih objektif untuk kepentingan bangsa dan negara. Bukan dalam konteks melindungi sebagian oknum yang diduga terlibat korupsi e-KTP dan yang lainnya," kata Abdul.