JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik dari Komite Pemilih Indonesia yang juga anggota Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Angket KPK, Jerry Sumampouw, berpendapat bahwa manuver pansus hak angket KPK saat ini lebih bernuansa kepentingan politik daripada mengusung aspirasi masyarakat.
Pasalnya, gelombang gerakan menolak hak angket dari kalangan berbagai masyarakat sipil semakin membesar, sementara pansus hak angket terus berjalan.
"DPR kita ini masih bisa mendengar enggak ya? Apa DPR masih mendengar masyarakat. Kalau mereka peka, masyarakat tidak perlu datang ke DPR dan menyampaikan aspirasinya," ujar Jerry dalam sebuah diskusi bertajuk 'Darurat Korupsi: Dukung KPK, Lawan Hak Angket' di Hotel Kartika Chandra, Jakarta Selatan, Jumat (14/7/2017).
Dengan banyaknya gelombang penolakan hak angket dan dukungan terhadap KPK, lanjut Jerry, seharusnya DPR membatakan pembentukan pansus hak angket.
(Baca: Pansus Angket Bikin Kaus, Tulisannya Sindir KPK)
Fakta yang ada saat ini, menurutnya, justru memperlihatkan pembentukan pansus hak angket KPK didasari oleh kepentingan anggota DPR yang diduga terlibat dalam kasus E-KTP.
"Justru terlihat hak angket lebih ke kepentingan anggota DPR yang saat ini semakin banyak yang ditangkap KPK. Makin kencang juga saat KPK ungkap kasus e-KTP. Motif politiknya terlalu kuat," ucapnya.
Sejak dibentuk, pansus hak angket menghadap penolakan dari masyarakat. Sebelumnya Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Angket KPK menggelar aksi di depan KPK sebagai bentuk dukungan terhadap lembaga antirasuah itu.
(Baca: "Mereka Merasa Terancam oleh KPK, Kemudian Melawan dengan Hak Angket")
Dukungan juga pernah disampaikan oleh ratusan guru besar dari sejumlah perguruan tinggi, seniman dn mahasiswa.
Pada Jumat (14/7/2017), Ikatan Keluarga Mahasiswa Univeristas Indonesia dan Ikatan Alumni (Iluni) UI menemui pimpinan KPK untuk menyatakan penolakan terhadap Hak Angket yang digulirkan DPR.
Selain itu, mereka juga mendukung KPK untuk segera menyelesaikan kasus-kasus besar yang sedang ditangani.