Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Halalbihalal, Ancaman Disintegerasi dan Pertemuan Jokowi-GNPF MUI

Kompas.com - 28/06/2017, 10:08 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Istilah 'halalbihalal' lahir ketika Indonesia nyaris mengalami disintegerasi.

Dikutip dari situs www.nu.or.id yang ditulis salah satu pengurus NU K.H Masdar Farid Mas'udi, tahun 1948 menjadi salah satu tahun terberat bagi bangsa Indonesia.

Tiga tahun setelah menyatakan diri lepas dari penjajahan, situasi politik tak kunjung kondusif. Indonesia dilanda gejala disintegerasi bangsa.

Elite politik saling bertengkar, tidak mau duduk semeja berbicara solusi. Saling serang dan saling melancarkan propaganda.

Di sisi lain, aksi pemberontakan belum juga habis. DI/TII di Jawa Barat dan PKI di Madiun, misalnya.

Di pertengahan bulan Ramadhan, Presiden ketika itu, Ir Soekarno berpikir bagaimana menyelesaikan masalah itu.

Ia kemudian memanggil K.H Wahab Chasbullah ke Istana untuk meminta pendapat.

K.H Wahab pun menyarankan Bung Karno untuk menggelar acara silaturahim antarelite politik. Sebab, Hari Raya Idul Fitri tinggal menghitung hari.

K.H Wahab berpendapat, umat Islam disunahkan bersilaturahim pada Hari Raya Idul Fitri.

Bung Karno sepakat dengan substansi usul itu. Namun, ia kurang 'sreg' dengan judul 'silaturahim'.

Bagi Bung Karno, istilah itu terlalu biasa. Harus dicari istilah lain agar pertemuan itu menjadi momentum dan mengena bagi para elite yang hadir.

K.H Wahab kemudian menceritakan sebuah alur pemikiran yang menjadi kunci ke penemuan istilah 'halalbihalal'.

Pemikiran itu diawali dengan situasi di mana elite politik tidak mau bersatu karena saling merasa diri benar dan orang lain salah.

Dalam Islam, saling menyalahkan adalah dosa. Di sisi lain, dosa adalah haram hukumnya.

Nah, supaya elite politik lepas dari dosa (haram), maka satu sama lain harus dihalalkan.

Mereka harus duduk satu meja dan bicara satu sama lain. Saling memaafkan, saling menghalalkan.

'Thalabu halal bi thariqin halal'. Artinya, mencari penyelesaian masalah atau mencari keharmonisan hubungan dengan cara mengampuni kesalahan (memaafkan).

Alur pemikiran itu kemudian membawa K.H Wahab pada sebuah istilah yang hingga saat ini dikenal luas di Indonesia, halalbihalal.

Usul itu diterima dengan baik oleh Bung Karno. Saat Idul Fitri tiba, ia mengundang seluruh tokoh politik ke Istana untuk mengikuti acara halalbihalal.

Untuk pertama kalinya semenjak perbedaan pendapat di antara mereka muncul, para elite politik yang berbeda-beda itu duduk di satu meja dan momen tersebut dinilai babak baru menyusun kekuatan dan persatuan bangsa.

Sejak saat itu, acara tatap muka, berbincang-bincang serta saling bersalam-salaman tersebut diikuti oleh instansi pemerintah hingga masyarakat luas hingga saat ini.

Halalbihalal di Istana kini

Tepat pada Hari Raya Idul Fitri, 1 Syawal 1438 Hirjiah atau Minggu (25/6/2017), Presiden Joko Widodo menerima pimpinan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI).

Selama ini, GNPF-MUI dikenal gencar mengkritik pemerintah, khususnya kepada Presiden Joko Widodo.

Salah satunya lewat berbagai aksi unjuk rasa di Ibu Kota demi menindaklanjuti proses hukum Basuki Tjahaja Purnama atas perkara penodaan agama.

Wakil Ketua GNPF-MUI Zaitun Rasmin mengatakan, pertemuan ini merupakan langkah awal rekonsiliasi.

"Silaturahim ini tentu harus ada tujuan-tujuannya. Ingin memperbaiki kondisi, silaturahim, meningkatkan komunikasi. Itu kan ke arah sana, ke arah rekonsiliasi," ujar Zaitun, usai pertemuan.

Dalam konferensi pers GNPF-MUI yang digelar pada Selasa (27/6/2017), Ketua GNPF-MUI Bachtiar Nasir mengatakan, pertemuan pihaknya dengan Presiden Joko Widodo menyiratkan pesan penting untuk seluruh rakyat Indonesia.

"Kami ingin menyampaikan pesan, dalam proses menyelesaikan masalah itu harus lewat dialog, lewat silaturahim, membuka hati dan membuka diri dalam menerima masukan-masukan," ujar Bachtiar dalam konferensi pers di Aula AQL Islamic Center, Tebet, Jakara Selatan, Selasa.

GNPF-MUI mengidam-idamkan Indonesia yang damai, bersatu dan kuat sekaligus berdaulat. Para ulama GNPF-MUI tidak ingin ada perpecahan di antara elemen masyarakat Indonesia.

Oleh sebab itu, komunikasi dengan siapapun wajib dilaksanakan.

"Kami tidak ingin Indonesia tidak perang saudara atau tidak diperalat oleh yang menginginkan Indonesia pecah. Cita-cita kami, kembali ke NKRI yang utuh seperti yang dicita-citakan pendiri bangsa ini," lanjut Bachtiar.

Usai konferensi pers, Bachtiar kembali mengatakan, pihaknya akan menggelar konsolidasi umat dalam rangka menyampaikan pesan dari pertemuan GNPF-MUI dengan Jokowi itu.

Bachtiar berharap pesan tersebut sampai ke tingkat akar rumput.

"Dengan inilah (konferensi pers) yang kami lakukan pada hari ini, supaya suara kami sampai dan lebih dari itu kami akan adakan halalbihalal dalam waktu dekat untuk elemen-elemen aksi Bela Islam," ujar Bachtiar.

"Kami juga sedang berkoordinasi bagaimana digelar acara halalbihalal antara ulama, umaroh dan umat. Jadi ini lebih luas Insya Allah," lanjut dia.

Saat ditanya apakah Presiden Joko Widodo diundang di dalam halalbihalal tersebut, Bachtiar belum dapat memastikannya. Pihaknya sedang menimbang-nimbang hal itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Nasional
Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Nasional
Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Nasional
Hasto: Di Tengah Panah 'Money Politic' dan 'Abuse of Power', PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Hasto: Di Tengah Panah "Money Politic" dan "Abuse of Power", PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Nasional
Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com