Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Empat Mahasiswa Ajukan Uji Materi ke MK Terkait Hak Angket DPR

Kompas.com - 20/06/2017, 16:08 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Empat mahasiswa mengajukan uji materi terkait kewenangan hak angket DPR yang tercantum pada pasal 79 Ayat 3 UU Nomor 42/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).

Mereka, yakni Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan Fakultas Hukum UGM sekaligus Ketua Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) Achmad Saifudin Firdaus, Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan Fakultas Hukum UGM sekaligus Sekjen FKHK Bayu Segara, dan Mahasiswa S1 Fakultas Hukum Universitas Sahid Jakarta Yudhistira Rifky Darmawan.

Sementara satu pemohon lainnya merupakan Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) yang juga sebagai dosen Ilmu Pemerintahan dan Administrasi Pemerintahan Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Bina Marta, Tri Susilo.

Viktor Santoso selaku koordinator kuasa hukum Pemohon mengatakan, uji materi yang diajukan pihaknya ini berawal dari pembentukan pansus hak angket DPR terhadap KPK yang terkesan dipaksakan.

(baca: 132 Pakar Hukum Tata Negara Nilai Cacat Pembentukan Pansus Angket KPK)

Dalam pasal 79 ayat 3 UU MD3 menyebut bahwa DPR dapat menggunakan hak angket kepada pemerintah.

Namun, beberapa waktu belakangan, DPR seakan memperluas makna, sehingga hak angket juga bisa diberlakukan terhadap KPK yang sebenarnya merupakan lembaga negara.

Padahal, kata Vector, dalam penjelasan norma pasal tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pemerintah, yakni pelaksana suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah dapat berupa kebijakan yang dilaksanakan sendiri oleh Presiden, Wakil Presiden, Menteri Negara, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, atau pimpinan lembaga pemerintahan non-kementerian.

"Ini sudah bukan preseden buruk lagi, tapi sangat buruk karena pemahaman dari UU yang sudah dijelaskan secara eksplisit dan dijelaskan lagi pada bagian penjelasan secara limitatif mengenai lingkup angket itu, kemudian dimaknai lebih luas lagi oleh DPR tanpa melihat undang-undang. Artinya, dia (DPR) meluaskan sendiri kewenangannya," kata Vector di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (20/6/2017).

(baca: Lewat Surat, KPK Beri Alasan Tolak Hadirkan Miryam di Pansus Angket)

Ia mengatakan, dalam konsep kenegaraan kata "Pemerintah" memang dapat dimaknai secara sempit atau luas.

Dalam arti sempit, berarti mencakup lembaga eksekutif (presiden dan jajaran di bawahnya).

Sedangkan dalam arti luas, mencakup eksekutif, legislatif dan yudikatif yang dalam kata lain ketiganya disebut "Pemerintahan".

Namun, terkait objek hak angket jelas yang dimaksud adalah pemerintah.

(baca: Kapolri Tak Akan Bawa Miryam ke Pansus Angket KPK, Ini Alasannya)

Kondisi ini, kata Vector, merugikan pemohon sebagai warga negara. Sebab, KPK sebagai lembaga yang bertugas memberantas korupsi sedang dilemahkan.

Pelemahan terhadap KPK akan berdampak memperlemah pengawasan dan memperkecil pengembalian keuangan negara sebagai sumber APBN.

Padahal, sedianya secara maksimal keuangan negara digunakan untuk kesejahteraan masyarakat.

 

(baca: Menilik Posko Pengaduan Hak Angket KPK...)

Dengan pelemahan KPK, maka akan ada masyarakat yang kesulitan mendapatkan hak kesejahteraannya.

"Oleh karena itu, setiap (hal apa pun) terkait KPK maka setiap individu punya legal standing (kedudukan hukum mengajukan uji materi). Karena dalam undang-undangnya pun KPK pertangggung jawabannya kepada publik, bukan kepada Presiden, DPR dan BPK," kata dia.

Adapun kepada Presiden, DPR dan BPK, kata Vector, hanya sebatas memberikan laporan yang dilakukan secara berkala setiap tahun.

Pihaknya, kata Veoctor, meminta MK menegaskan makna frasa "pelaksana suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah" dalam pasal 79 Ayat 3 UU MD3.

Sehingga menjadi semakin jelas siapa pihak yang bisa dikenakan hak angket. Dengan demikian, tak lagi menimbulkan polemik.

Kompas TV Pansus Angket KPK akan Panggil Miryam S. Haryani
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com