Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrat: Pemerintah Mengebiri Demokrasi

Kompas.com - 16/06/2017, 12:32 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Demokrat mengkritik sikap pemerintah yang bersikukuh tidak ingin mengubah syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold dalam revisi UU Pemilu.

Pemerintah ngotot menggunakan Presidential Threshold yang lama, yakni partai politik atau gabungan partai politik harus mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden.

Pemerintah juga mengancam menarik diri dari pembahasan RUU Pemilu apabila usulannya tidak dikabulkan oleh DPR.

"Sikap Pemerintah dapat dianggap sebagai upaya menghambat demokrasi, bahkan mengebiri demokrasi yang telah tumbuh kembang," kata Ketua Divisi Komunikasi Publik Partai Demokrat Imelda Sari kepada Kompas.com, Jumat (16/6/2017).

(baca: Pemerintah Ancam Menarik Diri jika "Presidential Threshold" Diubah)

Imelda mengatakan, pembahasan RUU Pemilu yang telah dilakukan oleh 10 fraksi di DPR bersama pemerintah seharusnya dihormati sebagai jalan demokrasi.

Fraksi- Fraksi yang tergabung dalam Pansus RUU Pemilu telah menyampaikan argumentasinya terkait presidential treshold.

Sikap Demokrat yang menghendaki presidential treshold nol persen juga ada dasar argumentasinya.

"Tentu setiap partai punya argumentasi masing-masing, namun demokrasi tidak meniadakan musyawarah. Itulah yang saat ini tengah berlangsung di Parlemen. Seperti halnya sila ke empat dalam Pancasila, musyawarah untuk mufakat. Pemerintah jangan abai soal ini," kata Imelda.

(baca: Ancam Tarik Diri dari RUU Pemilu, Pemerintah Siapkan Perppu

Imelda menegaskan bahwa kerja pansus RUU Pemilu tidak main-main. Anggaran, energi dan waktu yang tercurah di parlemen untuk RUU Pemilu ini sudah cukup besar.

Sepatutnya parpol menjadi representasi rakyat di Parlemen dihormati dan bekerja sungguh sungguh demi suksesnya Pemilu 2019.

"Jangan sampai Pemerintah kemudian menarik pembahasan RUU Pemilu ini dan kembali pada UU yang lama. Jika itu terjadi, ini namanya kemunduran demokrasi," ucap Imelda.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sebelumnya menegaskan bahwa langkah pemerintah menarik diri dalam pembahasan suatu UUsudah diatur dalam UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.

Apabila pemerintah menarik diri, maka pembahasan suatu UU tidak bisa dilanjutkan.

(baca: PKS Nilai Buruk jika Pemerintah Tarik Diri dari Pembahasan RUU Pemilu)

Pemilu 2019 mendatang pun harus diselenggarakan berdasarkan UU yang lama, yakni UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif, serta UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Tjahjo mengatakan, saat ini pemerintah masih memberikan waktu bagi fraksi yang ada di DPR untuk melakukan lobi.

Ada lima isu krusial yang belum disepakati, termasuk soal Presidential Threshold.

Tjahjo mengakui baru ada tiga partai yang solid mendukung pemerintah terkait presidential threshold, yakni PDI-P, Golkar dan Nasdem.

Hal ini membuat pemerintah khawatir akan kalah apabila dilakukan voting di rapat Paripurna.

"Kalau voting ya kalah. Masalahnya kan pemerintah tak ikut voting. Kalau lobi saya masih optimistis. Semalam semangatnya masih mencari jalan tengah yang menguntungkan semua parpol," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintah Semestinya Bikin Orang Lepas dari Judi Online, Bukan Memberikan Bansos

Pemerintah Semestinya Bikin Orang Lepas dari Judi Online, Bukan Memberikan Bansos

Nasional
Soal Duet Anies dan Kaesang, PKS: Status Anak Jokowi Belum Tentu Jadi Nilai Tambah

Soal Duet Anies dan Kaesang, PKS: Status Anak Jokowi Belum Tentu Jadi Nilai Tambah

Nasional
Kepala BNPT Apresiasi Densus 88 yang Proaktif Tangkap Residivis Teroris di Cikampek

Kepala BNPT Apresiasi Densus 88 yang Proaktif Tangkap Residivis Teroris di Cikampek

Nasional
Pertamina Luncurkan 'Gerbang Biru Ciliwung' untuk Kembangkan Ekosistem Sungai

Pertamina Luncurkan "Gerbang Biru Ciliwung" untuk Kembangkan Ekosistem Sungai

Nasional
Kriminolog Nilai Penjudi Online Mesti Dipandang sebagai Pelaku Pidana

Kriminolog Nilai Penjudi Online Mesti Dipandang sebagai Pelaku Pidana

Nasional
Harun Masiku Nyaris Diringkus di 2021, tapi Gagal Akibat KPK Ribut Internal

Harun Masiku Nyaris Diringkus di 2021, tapi Gagal Akibat KPK Ribut Internal

Nasional
Satgas Pangan Polri Awasi Impor Gula yang Masuk ke Tanjung Priok Jelang Idul Adha 2024

Satgas Pangan Polri Awasi Impor Gula yang Masuk ke Tanjung Priok Jelang Idul Adha 2024

Nasional
Eks Penyidik KPK Curiga Harun Masiku Tak Akan Ditangkap, Cuma Jadi Bahan 'Bargain'

Eks Penyidik KPK Curiga Harun Masiku Tak Akan Ditangkap, Cuma Jadi Bahan "Bargain"

Nasional
Sosiolog: Penjudi Online Bisa Disebut Korban, tapi Tak Perlu Diberi Bansos

Sosiolog: Penjudi Online Bisa Disebut Korban, tapi Tak Perlu Diberi Bansos

Nasional
KPK Hampir Tangkap Harun Masiku yang Nyamar Jadi Guru di Luar Negeri, tapi Gagal karena TWK

KPK Hampir Tangkap Harun Masiku yang Nyamar Jadi Guru di Luar Negeri, tapi Gagal karena TWK

Nasional
Minta Kemenag Antisipasi Masalah Saat Puncak Haji, Timwas Haji DPR: Pekerjaan Kita Belum Selesai

Minta Kemenag Antisipasi Masalah Saat Puncak Haji, Timwas Haji DPR: Pekerjaan Kita Belum Selesai

Nasional
Timwas Haji DPR RI Minta Kemenag Pastikan Ketersediaan Air dan Prioritaskan Lansia Selama Puncak Haji

Timwas Haji DPR RI Minta Kemenag Pastikan Ketersediaan Air dan Prioritaskan Lansia Selama Puncak Haji

Nasional
Timwas Haji DPR Minta Oknum Travel Haji yang Rugikan Jemaah Diberi Sanksi Tegas

Timwas Haji DPR Minta Oknum Travel Haji yang Rugikan Jemaah Diberi Sanksi Tegas

Nasional
Kontroversi Usulan Bansos untuk 'Korban' Judi Online

Kontroversi Usulan Bansos untuk "Korban" Judi Online

Nasional
Tenda Haji Jemaah Indonesia di Arafah Sempit, Kemenag Diminta Beri Penjelasan

Tenda Haji Jemaah Indonesia di Arafah Sempit, Kemenag Diminta Beri Penjelasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com