Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ancam Tarik Diri dari Pembahasan RUU Pemilu, Pemerintah Dianggap Tak Dewasa

Kompas.com - 15/06/2017, 14:54 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu) Achmad Baidowi meminta pemerintah bersikap dewasa.

Pernyataannya ini menanggapi ancaman pemerintah yang akan menarik diri dari pembahasan RUU Pemilu.

Salah satu isu yang belum ada titik temu adalah soal ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).

Ancaman menarik diri dilontarkan jika angka presidential threshold 20-25 persen yang diusulkan pemerintah tak disetujui pansus.

"Jadi kami sarankan pemerintah untuk tidak pakai jurus ancam-mengancam. Kita semua berupaya untuk dewasa dalam berdemokrasi," kata Baidowi, melalui pesan singkat, Kamis (15/6/2017). 

Jika pemerintah menarik diri, maka pembahasan suatu UU tidak bisa dilanjutkan.

Baca: Pemerintah Ancam Menarik Diri jika "Presidential Threshold" Diubah

Konsekuensinya, penyelenggaraan Pemilu 2019 berdasarkan UU yang lama, yakni UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif, serta UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Baidowi menilai, opsi tersebut tak strategis, tak bijak, dan gegabah.

Menurut dia, opsi tersebut juga aneh karena RUU Pemilu merupakan usulan pemerintah.

"RUU ini adalah usulan pemerintah. Kok malah pemerintah yang mau mundur alias menolak," ujar Anggota Komisi II DPR itu.

Meski pembahasan RUU Pemilu belum juga selesai, Baidowi mengklaim, terobosan dan progres pembahasan cukup baik.

Lima isu krusial yang belum diputuskan menyisakan opsi pilihan enam paket.

Ia yakin, opsi tersebut masih bisa dirampingkan menjadi dua atau tiga paket. Jalan kompromi juga masih mungkin dilakukan.

Baca: Bawaslu Berharap Pemerintah Tak Tarik Diri dari Pembahasan RUU Pemilu

"Kalau soal voting itu merupakan salah satu cara pengambilan keputusan di luar musyawarah. Apalagi pemerintah sudah berkali-kali menyebutkan bahwa RUU ini domain DPR. Kalaupun ada voting, saya yakin paling hanya satu atau dua isu," kata dia.

Ancaman pemerintah

Pemerintah mengancam menarik diri dari pembahasan rancangan undang-undang pemilihan umum yang tengah berlangsung di DPR RI.

Ancaman ini terkait perdebatan ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold.

Pemerintah ngotot menggunakan presidential threshold yang lama, yakni partai politik atau gabungan partai politik harus mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden.

Sementara, suara fraksi di DPR saat ini masih terbelah.

"Kalau tidak (disetujui) dengan sangat terpaksa pemerintah menolak untuk dilanjutkan pembahasannya. Menarik diri, ada dalam aturan undang-undang," kata Tjahjo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis.

Apabila pemerintah menarik diri, maka pembahasan suatu UU tidak bisa dilanjutkan.

Pemilu 2019 mendatang pun harus diselenggarakan berdasarkan UU yang lama, yakni UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif, serta UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Dalam UU tersebut, presidential threshold sebesar 20-25 persen, sama dengan keinginan pemerintah saat ini.

Kompas TV Menilai Manfaat Penambahan Kursi Anggota DPR
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com