LOMBOK, KOMPAS.com - Kepala Polres Lombok Tengah AKBP Kholilur Rochman mengatakan, wilayah Lombok Tengah terdapat 230 pondok pesantren dan ratusan sekolah umum yang rentan disusupi ajaran radikal.
Sebab, beberapa wilayah di Nusa Tenggara Barat menjadi basis kelompok teroris berkedok pondok pesantren, yang pengajar dan santrinya memiliki kegiatan semi militer dan ajaran radikal.
"Saya katakan bahwa ada potensi kelompok- kelompok radikal dan intoleransi juga ada di wilayah kita," ujar Kholilur saat ditemui di SMA Negeri 1 Praya, Lombok Tengah, Selasa (13/6/2017).
Polres Lombok Tengah memiliki sejumlah kegiatan untuk menangkal ajaran tersebut masuk ke lingkungan sekolah. Salah satunya dengan memberi materi soal radikalisme dan terorisme.
Anggota pembinaan masyarakat di Polres dan Bhabinkamtibmas diturunkan untuk menjadi pembicara di sekolah-sekolah dan pondok pesantren.
"Pada intinya yang kami tekankan selain kamtibmas mengenai kegiatan intoleransi yang saat ini berkembang," kata Kholilur.
Kholilur mengatakan, tak hanya anak muda yang rentan menjadi sasaran kelompok teroris untuk merekrut anggota. Orang dewasa juga berpotensi disusupi pikirannya agar menganut ideologi radikal.
Oleh karena itu, setiap pekan Binmas Polres Lombok Tengah turun ke desa untuk berdialog dengan warga. Sementara Bhabinkamtibmas lebih fokus masuk ke sekolah dan pesantren.
Salah satu pemberi materi kontra radikal di SMAN 1 Praya yakni Aiptu Amiruddin, anggota Binmas Polres Lombok Tengah.
Di hadapan para siswa, ia menyebut teroris tengah aktif mencari bibit-bibit yang mudah dipengaruhi. Jangan sampai para siswa menganut ilmu agama yang membawa ke ajaran sesat.
Oleh karena itu, Amiruddin menekankan pentingnya keterbukaan siswa jika menemukan hal yang ganjil.
"Para ulama dan polisi diberikan informasi supaya menangkal ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Islam ajarkan rahmatan lil alamin, tidak ajarkan kekerasan," kata Amiruddin.
Amiruddin meminta para siswa untuk terbuka jika menghadapi masalah. Jika terus dipendam, maka muncul kekecewaan, rasa marah, dan bisa dengan mudah dipengaruhi "bisikan" yang menyimpang.
Tak hanya itu, para siswa diminta berguru agama Islam pada orang yang betul-betul memahami ilmu agama. Jika salah, bisa-bisa paham radikal yang masuk ke dalam diri siswa tersebut.
"Pemahaman islam harus diperkuat, harus banyak belajar, jangan sampai tersesat. Kalau kurang paham agama, diskusi," kata dia.
(Baca: Sejumlah Pondok Pesantren di NTB Terindikasi Sebarkan Paham Radikal)
Salah satu murid di SMAN 1 Praya, Melati mengatakan, sebenarnya sudah ada gerakan radikal yang masuk ke sekolahnya tanpa diketahui. Namun, pemahaman yang diajarkan tersebut tidak sesuai dengan apa yang dia yakini selama ini mengenai ajaran Islam.
Dengan adanya program kontra radikal dari kepolisian, maka para murid bisa mendapat bekal untuk mengantisipasi diri dari.paham teraebut.
"Kami dapat tahu mana gerakan teroris, mana yang benar-benar aliran agama kami, dan mana yang benar agama mana yang aliran keras," kata Melati.
Melati mengatakan, kelompok siswa di sekolahnya kerap membahas soal radikalisme dan perbedaannya dengan ajaran Islam. Sebagai penerus bangsa, ia tidak ingin pemahaman Islam yang benar dijadikan salah oleh beberapa pihak.
"Sebenarnya apabila ada aksi teror adalah hal yang salah karena yang saya ketahui Islam mengajarkan kami tentang kedamaian. Jadi sangat salah orang menganggap bom bunuh diri tersebut adalah cara yang benar mengajarkan Islam," kata Melati.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.