Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat Nilai Rumusan Pasal Makar Lebih Baik Jadi Delik Materil

Kompas.com - 24/05/2017, 12:36 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Katolik Parahyangan Asep Warlan Yusuf berpendapat, problematika terkait makar bukan pada perlu atau tidaknya definisi yang limitatif atau spesifik. Sebab, yang dimaksud dengan makar sudah cukup dijelaskan pada Pasal 107 KUHP.

"Yang jadi problema adalah penggunaan pasal makar pada situasi-situasi tertentu," ujar Asep saat dihubungi, Rabu (24/5/2017).

Asep menilai, pasal makar lebih sering digunakan untuk kepentingan politik. Padahal semestinya, ketika berbicara pasal terkait perbuatan makar maka harus dilihat dari sudut pandang hukum. Ia pun menyinggung penangkapan sejumlah tokoh beberapa waktu lalu.

"Sebut saja penangkapan Sri Bintang Pamungkas, Rachmawati Soekarnoputri, itu sebetulnya penyelesaiannya harusnya politik, bukan pakai pasal makar. Jadi banyak bias, dan distorsinya di situ," kata Asep.

 

(Baca: Ahli: Definisi Makar Jangan Ditafsirkan Sesuai Selera Rezim)

Asep berpendapat, akan lebih baik jika rumusan pasal makar dimasukan ke dalam delik materil, bukan delik formil sebagaimana yang berlaku saat ini.

Di dalam delik formil tidak diperlukan adanya akibat, dengan terjadinya tindak pidana sudah dinyatakan tindak pidana tersebut telah terjadi. Berbeda dengan delik materil, tindak pidana dinyatakan terjadi jika telah ada akibatnya.

Maka dari itu, tindakan seseorang atau kelompok, sepanjang belum ada akibat yang dilakukan seseorang yang merujuk pada upaya penggulingan, disintegrasi, pengancaman, pembunuhan, tipu daya dalam siasat kejahatan ke negara, pemerintah dan masyarakat, maka tidak boleh dikenakan pasal makar.

"Memang akan menjadi lebih sulit untuk dipakai sebagai alat politik, karena perlu diukur akibatnya," kata dia.

Hal ini sebagaimana rumusan pasal pada pidana korupsi. Ia mengatakan, pada awalnya rumusan pidana korupsi dimasukan dalam delik formil.

(Baca: Saksi Ahli Nilai Perbedaan Haluan Politik Tak Bisa Dianggap Makar)

Penegak hukum dengan mudahnya menjerat seseorang yang dinilai melakukan korupsi. Padahal, belum tentu ada kerugian negara sebagaimana disebutkan dalam uu tipikor.

Kemudian oleh MK, melalui putusan uji materi perkara nomor 25/PUU-XIV/2016 menjadikan delik korupsi yang selama ini sebagai delik formil berubah makna menjadi delik materil.

Sebelumnya, ICJR mengajukan uji materi terhadap pasal 87, 104, 106, 107, 139a, 139b, dan 140 KUHP. Peneliti ICJR, Erasmus Napitupulu mengatakan, kata "makar" dalam KUHP merupakan terjemahan dari kata "aanslag" dari KUHP Belanda. Namun, kata Erasmus, tidak ada kejelasan definisi dari kata "aanslag".

"Makar bukan bahasa Indonesia yang mudah dipahami, makar dari bahasa Arab. Sedangkan aanslag artinya serangan. Tidak jelasnya penggunaan frasa aanslag yang diterjemahkan sebagai makar, telah mengaburkan pemaknaan mendasar dari aanslag," kata Erasmus.

Kompas TV Isu Makar Jadi Perhatian Pemerintah

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com