Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Hukum Nilai Pembatasan Definisi Makar Bakal Sulitkan Pemerintah

Kompas.com - 24/05/2017, 08:25 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Katolik Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf menilai bahwa kata makar dalam KUHP tidak perlu diartikan lebih spesifik.

Hal ini disampaikan Asep menanggapi uji materi terkait definisi makar yang diajukan oleh Institute for Criminal Justice Reform (ICJR).

ICJR meminta agar definisi makar dipersempit atau limitatif. Sebab, makna makar yang sangat luas dalam KUHP kerap digunakan untuk mengkriminalisasi seseorang.

(Baca: Saksi Ahli Nilai Perbedaan Haluan Politik Tak Bisa Dianggap Makar)

Asep menilai, Pasal 107 KUHP sudah cukup menjelaskan apa yang dimaksud dengan makar.

"Yakni tindakan yang mengarah pada pengulingan, disintegrasi, pengancaman pembunuhan, tipu daya dalam siasat kejahatan ke negara, pemerintah dan masyarakat. Sebetulnya ini sudah jelas," ujar Asep saat dihubungi, Rabu (24/5/2017).

Menurut Asep, mempersempit makna makar dengan membatasi pada suatu tindakan tertentu justru akan menyulitkan pemerintah dalam mengambil tindakan.

Misalnya, jika ada seseorang yang melakukan suatu tindakan yang termasuk dalam kategori mengancam.

(Baca: Ahli: Definisi Makar Jangan Ditafsirkan Sesuai Selera Rezim)

Namun lantaran tindakan yang dilakukannya itu di luar definisi makar yang spesifik, lantas bagaimana pemerintah menjerat orang tersebut dengan pasal makar.

Dengan kata lain, akan banyak tindakan yang termasuk dalam kategori makar akan lolos dari pidana makar jika makna kata makar bersifat terbatas pada tindakan tertentu.

Menurut Asep, di dalam teknik perancangan norma undang-undang, tidak semua hal harus disebutkan secara detail.

Sebab nantinya, undang-undang yang dihasilkan menjadi sangat kaku.

"Ketika ada tindakan di luar yang detail tadi, malah lewat (tidak bisa dipidanakan)," ujarnya.

Sebelumnya, ICJR mengajukan uji materi terhadap pasal 87, 104, 106, 107, 139a, 139b, dan 140 KUHP.

(Baca: Definisi Makar Harus Limitatif supaya Tak Disalahgunakan)

Peneliti ICJR, Erasmus Napitupulu mengatakan, kata "makar" dalam KUHP merupakan terjemahan dari kata "aanslag" dari KUHP Belanda.

Namun, kata Erasmus, tidak ada kejelasan definisi dari kata "aanslag".

"Makar bukan bahasa Indonesia yang mudah dipahami, makar dari bahasa Arab. Sedangkan aanslag artinya serangan. Tidak jelasnya penggunaan frasa aanslag yang diterjemahkan sebagai makar, telah mengaburkan pemaknaan mendasar dari aanslag," kata Erasmus.

Kompas TV Sidang kasus dugaan makar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menghadirkan ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com