Selama 19 tahun lamanya, ia tak pernah melihat jasad anaknya. Ia hanya meyakini bahwa anaknya salah satu korban yang dimakamkan di TPU Pondok Ranggon. Itu pun berbekal informasi yang ia terima dari pihak RSCM kala itu dan sejumlah pihak seperti Komnas Perempuan.
"Sering datang ke sini (TPU Pondok Ranggon), tapi tiap tahun saja, kami kan jauh, di Klender. Apalagi suami saya Sugianto (75 tahun) sakit-sakitan," ujarnya.
Ingatan akan anaknya pun tak hilang dan tak pernah lekang dalam kenangan.
"Dia (Gunawan) sayang banget sama saya, pulang sekolah suka bantu, bersih-bersih, gulung rambut saya," kata dia.
"Anak saya suka masakan kepala ayam. Dia suka minta dimasakin itu. Pulang sekolah makan kepala ayam. Dia rajin bantu saya. Saya juga masih suka masak itu karena kangen, di pikiran saya masih ada, tapi buat siapa (masak), enggak ada anaknya," ucap Ruminah.
Tiap malam, ketika ia dengar suara angin mendorong pintu, atau suara berisik lainnya di rumah, ia merasa bahwa itu adalah anaknya yang pulang ke rumah. Alhasil, hal itu pun membuat dirinya susah tidur.
"Kalau malam, denger suara kesrek-kesrek, itu kayak anak saya, anak saya pulang. Saya jadinya enggak bisa tidur, jantung saya berdegup kencang. Saya masih suka menunggu anak pulang," tutur Ruminah.
Demi bisa tidur, ia pun meminum obat selama 19 tahun ini agar bisa memejamkan mata, sekadar untuk beristirahat. Obat itu pun bukan obat rekomendasi dokter, dan juga bukan obat penenang, melainkan obat gatal untuk alergi.
"Saya akhirnya minum obat CTM (Klorfeniramin maleat), biar bisa tidur. Sembilan belas tahun tahun minum, dan enggak bilang dokter. Kalau bilang, dokter suka dimarahin," ujar Ruminah.
Ia merasa dengan meminum CTM biasa membuatnya tidur sejenak. Padahal, CTM merupakan obat untuk meredakan alergi, bukan obat penenang, meski efek sampingnya bisa menimbulkan kantuk.
Jelas jika diminum bukan karena fungsinya akan sangat berbahaya, terlebih dalam rentang waktu yang lama.
Pernah juga, suatu waktu Ruminah dibawa ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ). Ia ingat betul, bahwa suaminya sendirilah yang menganggap dirinya tak waras, karena sering melamun, menunggu anaknya pulang.
"Saya dibawa ke RSJ di Gatot Subroto. Kok kata saya ke suami, kenapa dibawa ke RSJ. Memang saya gila? Kata suami, saya tidak mau makan, tidak mau tidur kalau malam, melek aja. Misal kalau lagi enggak ada orang saya banyak makan, tapi abis itu muntah," tutur ibu berusia 60 tahun tersebut.
Ruminah juga berujar, usai 100 hari anaknya meninggal, ada "keajaiban" yang ditemuinya. Salah satunya, ada tas yang tiba-tiba jatuh dari atas lemari di rumahnya.
Tak disangka, tas itu berisi uang dalam jumlah yang tidak sedikit kala itu. Ternyata itu adalah uang hasil tabungan Gunawan, anaknya.