Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

19 Tahun Kehilangan Anak, Korban Tragedi Mei '98 Ini Sulit Tidur

Kompas.com - 14/05/2017, 11:06 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ratusan orang ditemukan tewas dalam aksi pembakaran dan penjarahan di sebuah tempat perbelanjaan, Yogya Plaza di Klender, Jakarta Timur, 19 tahun silam, 14 Mei 1998.

Tempat itu kini berubah menjadi Mal Klender, saksi bisu tragedi kelam tersebut. 

Salah seorang korban mengaku masih trauma dan tidak berani menginjakkan kaki di tempat tersebut. Bahkan hanya untuk melihat dari kejauhan pun ia tak kuasa. Trauma mendalam membuatnya takut dan ingin melupakan tragedi berdarah itu.

"Sekarang sudah ganti nama, tapi saya enggak pernah ke situ. Takut. Pikiran ke mana-mana. Sekarang saya sakit mag, jadi kalau ingat, muntah-muntah," kata Ruminah ketika berbagi cerita kepada Kompas.com, Senin (7/5/2017), saat berziarah ke tempat anaknya dikebumikan.

Di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur itu pula ia mengungkapkan keluh kesahnya atas tragedi yang merenggut buah hatinya. 

Suasana saat kejadian itu begitu gelap, bukan hanya karena listrik padam, tapi juga karena asap hitam mengepul dari berbagai sisi di Yogya Plaza, imbas pembakaran dan penjarahan yang dilakukan orang-orang tidak dikenal.

"Sembilan belas tahun saya belum pernah ke mal itu. Saya ingat diinjek-injek, ditabokin, enggak tahu orangnya siapa, gelap lampu mati, gelap listrik, gelap asap. Anak saya ketinggalan, saya jerit-jerit, kata suami, entar juga pulang, kan dia lagi beberes salon," ucapnya.

Gunawan, nama anaknya, siswa kelas 6 Sekolah Dasar (SD) Negeri 04 di daerah Klender. Ia masih ingat, teriakan anaknya yang akan beranjak ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) itu, saat melihat salon yang dimiliki Ruminah, diacak-acak orang tidak dikenal.

"Mama, mama, diacak-acak, Ma. Semuanya dibuang-buangin, alat-alatnya," ujar Ruminah, mencoba menirukan perkataan anaknya ketika hari nahas tersebut.  

"Pokoknya saya cari, enggak ada. Ada yang gampar muka saya, dijorokin, diinjek-diinjek. Gelap waktu itu, saya cari anak saya enggak ada. Muka saya bonyok diinjek-diinjek orang gelap, baunya kayak bau apa gitu menyengat, alat-alat (salon) saya habis," tutur dia. 

Akibat dipukuli oleh orang yang tidak dikenal itu, Ruminah sempat dirawat di rumah sakit selama hampir setengah bulan. Ketika dirawat, ia dapat kabar bahwa anaknya ditemukan dalam kondisi meninggal.

Sayang ketika ia dapat kabar tersebut, ia tidak langsung bisa mengecek kebenaran kabar itu.

"Anak saya enggak ketahuan, jenazahnya enggak ada, enggak ketemu. Sempat dengar kabar dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)," kata dia.

"Ada kantong plastik, ada gesper namanya Gunawan. Gesper dia, ada tapi jasadnya enggak ada, baju dan gesper utuh. Saya penasaran, kalau ada badannya saya enggak penasaran, misal kaki buntung," ujarnya.

(Baca juga: Cara Komnas Perempuan agar Masyarakat Tak Lupakan Tragedi Mei 1998)

Merindu

Selama 19 tahun lamanya, ia tak pernah melihat jasad anaknya. Ia hanya meyakini bahwa anaknya salah satu korban yang dimakamkan di TPU Pondok Ranggon. Itu pun berbekal informasi yang ia terima dari pihak RSCM kala itu dan sejumlah pihak seperti Komnas Perempuan. 

"Sering datang ke sini (TPU Pondok Ranggon), tapi tiap tahun saja, kami kan jauh, di Klender. Apalagi suami saya Sugianto (75 tahun) sakit-sakitan," ujarnya.

Ingatan akan anaknya pun tak hilang dan tak pernah lekang dalam kenangan.

"Dia (Gunawan) sayang banget sama saya, pulang sekolah suka bantu, bersih-bersih, gulung rambut saya," kata dia.

"Anak saya suka masakan kepala ayam. Dia suka minta dimasakin itu. Pulang sekolah makan kepala ayam. Dia rajin bantu saya. Saya juga masih suka masak itu karena kangen, di pikiran saya masih ada, tapi buat siapa (masak), enggak ada anaknya," ucap Ruminah.

Tiap malam, ketika ia dengar suara angin mendorong pintu, atau suara berisik lainnya di rumah, ia merasa bahwa itu adalah anaknya yang pulang ke rumah. Alhasil, hal itu pun membuat dirinya susah tidur.

"Kalau malam, denger suara kesrek-kesrek, itu kayak anak saya, anak saya pulang. Saya jadinya enggak bisa tidur, jantung saya berdegup kencang. Saya masih suka menunggu anak pulang," tutur Ruminah. 

Demi bisa tidur, ia pun meminum obat selama 19 tahun ini agar bisa memejamkan mata, sekadar untuk beristirahat. Obat itu pun bukan obat rekomendasi dokter, dan juga bukan obat penenang, melainkan obat gatal untuk alergi.

"Saya akhirnya minum obat CTM (Klorfeniramin maleat), biar bisa tidur. Sembilan belas tahun tahun minum, dan enggak bilang dokter. Kalau bilang, dokter suka dimarahin," ujar Ruminah.

Ia merasa dengan meminum CTM biasa membuatnya tidur sejenak. Padahal, CTM merupakan obat untuk meredakan alergi, bukan obat penenang, meski efek sampingnya bisa menimbulkan kantuk.

Jelas jika diminum bukan karena fungsinya akan sangat berbahaya, terlebih dalam rentang waktu yang lama.

Pernah juga, suatu waktu Ruminah dibawa ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ). Ia ingat betul, bahwa suaminya sendirilah yang menganggap dirinya tak waras, karena sering melamun, menunggu anaknya pulang.

"Saya dibawa ke RSJ di Gatot Subroto. Kok kata saya ke suami, kenapa dibawa ke RSJ. Memang saya gila? Kata suami, saya tidak mau makan, tidak mau tidur kalau malam, melek aja. Misal kalau lagi enggak ada orang saya banyak makan, tapi abis itu muntah," tutur ibu berusia 60 tahun tersebut.

Ruminah juga berujar, usai 100 hari anaknya meninggal, ada "keajaiban" yang ditemuinya. Salah satunya, ada tas yang tiba-tiba jatuh dari atas lemari di rumahnya.

Tak disangka, tas itu berisi uang dalam jumlah yang tidak sedikit kala itu. Ternyata itu adalah uang hasil tabungan Gunawan, anaknya.

"Ya Allah, anaknya enggak ada, tasnya jatuh sendiri. Duitnya ada Rp 750 ribu. Saya ingat memang, dia kalau lagi di salon suka jualan nangka, pepaya dipotong-potong. Sedih inget itu, bikin nangis lagi," kata dia.

Kini, meski peristiwa itu sudah berlalu lama, tapi warga Kampung Jati Selatan, Klender, Jakarta Timur itu masih berharap agar pemerintah bisa segera menuntaskan kasusnya.

Sebab, jika tidak, kesedihan dan kekecewaannya takkan kunjung bisa terobati. 

"Jangan lagi-lagi kayak begitu deh. Kalau suami saya banyakan diam. Tapi kalau saya biarpun dihibur kayak apa, kita punya masalah ya enggak bisa, masih kepikiran terus," ungkapnya.

"Harapannya kasusnya, kan kami sudah pada tua, kasusnya bagaimana, enggak diakui pemerintah, yang meninggal di mal itu justru disebut penjarah, kan nyakitin juga. Kepengin saya diselidiki yang bener. Apa-apa bisa sekarang diselidiki, teroris saja bisa dicari ke mana-mana. Masak Tragedi Mei 1998 enggak tahu, biar jelas aja," tuturnya.

(Baca juga: Kisah Pilu Suparman dan Nisan Tanpa Nama Korban Tragedi Mei 1998)

Kompas TV Aksi Tabur Bunga Warnai Peringatan Tragedi 12 Mei 1998
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com