"Konflik internal ini (bisa) semakin panjang. Bisa lagi dibawa ke PTUN, bisa ke Ombudsman. Dan akan terjadi juga konflik yang berkepanjangan," tutur Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Kristen Indonesia (UKI) itu.
Sementara itu, ditemui beberapa waktu lalu Ketua DPD Oesman Sapta Odang menuding pihak-pihak yang kontra dengan kepemimpinannya memang ingin merusak lembaga DPD.
Menurut Oesman, mereka yang tidak mengakui kepemimpinan DPD saat ini berarti merupakan anggota yang ilegal.
"Dana cair kalo dia hadiri rapat paripurna. Kalau enggak ya enggak dapat. Itu kan uang negara. Uang rakyat. Harus digunakan untuk kepentingan rakyat. Jadi jangan enggak ikut sidang terus mau uangnya," kata Oesman Sapta.
Selain sanksi dengan tak mendapat anggaran reses, mereka yang tak mengakui kepemimpinan saat ini juga terancam mendapatkan sanksi berupa surat peringatan.
"Iya, itu lagi diproses," ucap Ketua Umum Partai Hanura itu.
Dikutip dari Harian Kompas, Ketua Panitia Urusan Rumah Tangga DPD Ali Alwi mengatakan, urusan anggaran menjadi kewenangan sekretaris jenderal.
Namun, ia menegaskan, semua pencairan anggaran tetap harus melalui izin dari pimpinan DPD. Tanpa tanda tangan dari pimpinan DPD, anggaran untuk reses tidak bisa dicairkan.
"Bagaimana kalau andai kata pimpinan DPD tidak tanda tangan? Sekjen juga tidak bisa laksanakan (pencairan anggaran)," ujar Ali.
Polemik di DPD bermula dari adanya Peraturan DPD Nomor 1 Tahun 2016 dan Nomor 1 Tahun 2017 yang salah satunya mengatur masa jabatan pimpinan DPD dari lima tahun menjadi dua tahun enam bulan.
Pada 30 Maret, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan yang isinya membatalkan kedua Tata Tertib DPD itu.
(Baca juga: Legalitas Pimpinan DPD)
Namun, pada awal April, sebagian anggota DPD tetap menjalankan pemilihan hingga dini hari dan menetapkan Oesman, Nono, dan Darmayanti sebagai pimpinan DPD menggantikan M Saleh, GKR Hemas, dan Farouk Muhammad.
Wakil Ketua MA Bidang Nonyudisial Suwardi memandu Oesman, Nono, dan Darmayanti mengucapkan sumpah jabatan.
Kepemimpinan yang baru itu tidak diakui sebagian anggota DPD, termasuk Hemas dan Farouk Muhammad.
Saat ini, Hemas melakukan perlawanan lewat jalur hukum, yakni mengajukan permohonan terkait langkah administratif Mahkamah Agung yang memandu sumpah jabatan Oesman, Nono, dan Darmayanti ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.
(Baca juga: Kapan Kisruh DPD Berakhir?)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.