Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Fakta Menarik dalam Sidang ke-12 Kasus Korupsi E-KTP

Kompas.com - 05/05/2017, 08:20 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

Menurut Isnu, pada tahun 2011, PNRI mendapat target pekerjaan pencetakan sebanyak 67 juta keping e-KTP.

Namun, pada kenyataannya PNRI hanya mampu mencetak dan mendistribusi 1,6 juta e-KTP.

Isnu mengatakan, adendum atau perubahan kontrak kerja bukan untuk menangani kendala yang timbul.

Namun, adendum dilakukan untuk menyesuaikan target dengan capaian kerja yang mampu dilakukan konsorsium.

Padahal, menurut jaksa KPK Abdul Basir, dalam kontrak kerja sama yang pertama kali dibuat, diatur sebuah klausul bahwa perubahan kontrak atau adendum hanya bisa dilakukan apabila terjadi perubahan spesifikasi yang disesuaikan dengan kondisi di lapangan.

(Baca: Adendum E-KTP Diubah agar Konsorsium Dapat Bayaran Meski Tak Sesuai Target)

4. Soal Penerimaan Rp 2 miliar, Direktur Len Industri beda keterangan

Mantan Direktur Utama PT Len Industri, Wahyudin Bagenda, pernah mengakui menerima uang Rp 2 miliar dari proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Namun, saat bersaksi di Pengadilan, Wahyudin membantah pengakuannya tersebut.

Dalam BAP, Wahyudin mengatakan bahwa ia mendapat uang Rp 2 miliar yang diberikan secara bertahap.

Menurut Wahyudin, dalam BAP, karena mengetahui uang tersebut berasal dari proyek e-KTP, maka ia bersedia mengembalikan uang tersebut kepada negara melalui KPK.

Namun, Wahyudin justru membantah keterangan yang ia sampaikan dalam BAP.

Kepada majelis hakim, Wahyudin mengakui bahwa ia pernah menerima uang Rp 2 miliar. Namun, uang-uang tersebut bukan berasal dari proyek e-KTP.

Menurut dia, uang tersebut adalah uang pemasaran yang digunakan untuk berbagai hal, termasuk kegiatan promosi.

(Baca: Beda Keterangan Eks Direktur PT Len soal Rp 2 M dari Proyek E-KTP)

5. Ketua Konsorsium PNRI menyesal kerja sama dengan Andi Narogong

Isnu Edhi Wijaya selaku Ketua Konsorsium PNRI menyesal bekerja sama dengan Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Hal itu dikatakan Isnu saat melengkapi berita acara pemeriksaan (BAP) di hadapan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Isi BAP itu kemudian dibacakan majelis hakim saat Isnu bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta.

"Saya sedih karena dengar proyek ini di-mark up luar biasa. Kerugian negara membuat kami sedih," ujar Isnu, kepada majelis hakim.

Menurut Isnu, dalam pemahamannya Andi adalah calo atau penghubung yang sering mendapatkan uang dari proyek-proyek pemerintah.

(Baca: Mantan Dirut PNRI Menyesal Kerja Sama dengan Andi Narogong)

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com