Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memaki Pemimpin Negeri

Kompas.com - 28/04/2017, 20:53 WIB

Etika komunikasi dalam kepemimpinan menembus tata cara yang sudah dianggap baik ketika berbicara dengan pemimpin. Sebagai ilustrasi, pada masa gejolak 1966, Presiden Soekarno menyatakan demonstrasi sudah melewati batas, liar, dan tidak sopan sehingga perlu dihentikan. Sebagai pengikut, Soeharto pada masa itu justru membenarkan sikap demonstran. Ketika dipanggil oleh Soekarno untuk menghentikan demo besar-besaran, Soeharto menolak. Penolakan itu didasari dengan prinsip "mikul dhuwur mendhem jero" (sebagaimana dikutip dalam buku Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, 1982: 165). Artinya menjunjung tinggi nama baik dan mengubur kekurangan pemimpin kita.

Dengan prinsip itu, Soeharto justru tidak melaksanakan perintah Presiden Soekarno, membubarkan partai komunis, dan melakukan suksesi bertahap. Anehnya, ketika peristiwa serupa menimpa Soeharto sebagai presiden, dia menyatakan akan "menggebuk" setiap warga negara yang dinilai membangkang.

Fakta tersebut menunjukkan adanya teknik komunikasi terhadap pemimpin.  Pesannya, moralitas menuntut bukan sekadar basa-basi, melainkan penuh penghargaan dan ketulusan. Itulah kenapa prinsip-prinsip etis yang sudah baku dalam komunikasi tidak selalu membawa kebaikan. Di sinilah tepatnya teori kebebasan berhenti. Sebagai contoh dalam etika organisasi, komunikasi antara pengikut dan pemimpin mencakup keharusan diri menegakkan sikap yang kondusif antara pemimpin dan pengikut, demikian pula sebaliknya untuk tujuan organisasional.

Kasus itu menunjukkan Soeharto menolak perintah, tapi tidak memaki. Memaki pemimpin di depan umum sebetulnya memberikan indikasi fakta sosial tentang hadirnya kebebasan dalam iklim demokrasi, tetapi pada saat yang sama fakta itu menunjukkan lemahnya pengembangan nilai-nilai etis sebagai implikasi kebebasan setiap warga negara. Penangkapan terhadap pelaku penghinaan martabat orang lain memang penting, tapi mengelola kebebasan dalam bingkai kebangsaan jauh lebih penting. Jadi kebebasan sudah, mengelola untuk pertumbuhan bangsa belum.

SAIFUR ROHMAN,
Pengajar Program Doktor di Universitas Negeri Jakarta
---
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 April 2017, di halaman 6 dengan judul "Memaki Pemimpin Negeri".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

Nasional
Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

Nasional
Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Nasional
Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Nasional
Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Nasional
Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Nasional
Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Nasional
Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Nasional
Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Nasional
Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Nasional
Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Nasional
Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com