JAKARTA, KOMPAS.com - Baru tiga tahun menghirup udara bebas setelah menjalani hukuman 2,5 tahun penjara, Ketua Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Fahd El Fouz Arafiq kembali ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi.
Sebelumnya, ia divonis bersalah karena menyuap mantan anggota DPR RI Wa Ode Nurhayati. Suap adalah bagian dalam mengupayakan tiga kabupaten di Aceh sebagai daerah penerima Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah tahun 2011.
Saat itu, Fahd masih menjadi Ketua Bidang Pemuda dan Olahraga Ormas Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR).
Ia mulai ditahan sejak 27 Juli 2012. Tindak pidana tersebut mulai terjadi pada 2010.
(Baca: Jumat, KPK Periksa Fahd El Fouz sebagai Tersangka Korupsi di Kemenag)
Ketika itu, dia meminta rekan separtainya, Haris Surahman, agar mencarikan anggota Banggar DPR yang bisa mengusahakan tiga kabupaten di Aceh, yakni Pidie Jaya, Aceh Besar, dan Bener Meriah, sebagai daerah penerima Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID).
Fahd kemudian dipertemukan dengan Wa Ode Nurhayati. Wa Ode pun menyanggupinya dengan mengatakan agar masing-masing daerah mengajukan proposal permohonan DPID.
Wa Ode kemudian menanyakan komitmen Fahd untuk memberi 5-6 persen dari alokasi DPID setiap daerah.
Fahd menjanjikan pengusaha di Aceh bernama Zamzami sebagai pelaksana proyek yang nantinya dibiayai dari anggaran DPID tersebut.
Selain Zamzami, Fahd menghubungi Kepala Dinas Pekerjaaan Umum Bener Meriah Armaida, untuk menyiapkan proposal dan menyediakan uang Rp 5,6 miliar sebagaimana permintaan Wa Ode untuk kepengurusan alokasi DPID di Bener Meriah.
Akhirnya disepakati nilai masing-masing alokasi DPID yang diajukan sebesar Rp 50 miliar untuk Aceh Besar, Rp 225 miliar untuk Pidie Jaya, dan Rp 50 miliar untuk Bener Meriah.
Fahd juga memenuhi komitmennya kepada Wa Ode dengan menyerahkan uang secara bertahap sebesar Rp 5,5 miliar. Haris dan Wa Ode juga divonis bersalah dalam kasus ini.
Disebut dalam dakwaan kasus di Kemenag
Saat menjalani masa tahanan di KPK, nama Fahd disebut dalam surat dakwaan kasus dugaan korupsi pengadaan laboratorium di Kemenag dan penggandaan kitab suci Al Quran di Ditjen Binmas Islam Kementerian Agama tahun 2011-2012 dan pengadaan laboratorium komputer MTS.
Saat itu, terdakwanya adalah mantan anggota DPR Fraksi Golkar Zulkarnaen Djabar dan putra Zulkarnaen, Dendy Prasetia.
Nama Fahd disebut bersama-sama melakukan korupsi tersebut bersama dua terdakwa dan sejumlah nama lainnya.
Fee dari proyek pengadaan laboratorium komputer 2011 yang nilainya Rp 31,2 miliar tersebut mengalir ke enam pihak, yakni ke Zulkarnaen sebesar 6 persen, ke Vasco Ruseimy atau Syamsu sebesar 2 persen, untuk kantor sebesar 0,5 persen, ke PBS (Priyo Budi Santoso) sebesar 1 persen, ke Fahd sendiri senilai 3,25 persen, dan kepada Dendy sebesar 2,25 persen.
(Baca: Kasus Korupsi Al Quran, Fahd Mengaku Staf Khusus Priyo Budi Santoso)
Dari pengadaan Al Quran 2011 senilai Rp 22 miliar, kembali disusun pembagian fee yang rinciannya sebesar 6,5 persen ke Senayan (Zulkarnaen), 3 persen mengalir ke Vasco/Syamsu, sebesar 3,5 persen ke PBS, sebesar 5 persen untuk Fahd, 4 persen untuk Dendy, dan 1 persen untuk kantor.
Saat menjalani masa tahanan, KPK pernah memeriksa Fahd terkait kasus ini sebagai saksi. Pemeriksaan dilakukan di tempat dia dipenjara, Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Juni 2013.
Dibuka kembali
Kasus ini terus dikembangkan oleh KPK hingga mengumumkan Fahd sebagai tersangka pada Kamis (27/4/2017).
KPK menemukan bukti baru bahwa Fahd turut menerima fee dari proyek pengadaan Al Quran dan laboratorium MTS.
"Indikasi penerimaan tersangka sebesar Rp 3,4 miliar," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah.
Atas perbuatannya, Fahd dikenakan Pasal 12 huruf b subsidair Pasal 5 ayat 2 jo ayat 1 huruf b, lebih subsidair Pasal 11 Undang-undang Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 dan Pasal 65 KUHPidana.
(Baca: Baru Bebas 3 Tahun, Fahd El Fouz Kembali Jadi Tersangka di KPK)
KPK juga langsung menjadwalkan pemeriksaan Fahd sebagai tersangkan pada hari ini, Jumat (28/4/2017).
Febri berharap Fahd kooperatif dengan proses hukum. "Kita harap tersangka datang memenuhi panggilan penyidik," kata Febri.
Dalam vonis hakim saat itu, Zulkarnaen selaku anggota DPR 2009-2014, bersama-sama dengan Dendy dan Fahd El Fouz (Fahd A Rafiq), menerima uang Rp 14,9 miliar dari Abdul Kadir Alaydrus selaku pihak swasta.
Uang itu diberikan kepada Zulkarnaen karena selaku anggota Banggar DPR, dia menyetujui anggaran di Kementerian Agama dan mengupayakan tiga perusahaan memenangi tender proyek di Kemenag.
Ketiga perusahaan itu adalah PT Batu Karya Mas sebagai pemenang tender proyek pengadaan laboratorium komputer Kemenag 2011, PT Adhi Aksara Abadi sebagai pemenang tender pengadaan Al Quran 2011, dan PT Sinergi Pustaka Indonesia sebagai pemenang lelang proyek Al Quran tahun anggaran 2012.
Zulkarnaen meminta Fahd dan Dendy menjadi perantara dalam mengurus tiga proyek tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.