Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICJR: Pola Intimidasi Kasus Novel Akan Terus Berulang jika Polisi Gagal Mengungkapnya

Kompas.com - 24/04/2017, 20:01 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono berharap kepolisian berhasil mengungkap kasus kekerasan yang dialami oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.

Meski kesulitan, kata Supriyadi, polisi harus berhasil mengungkap motif, pelaku lapangan dan otak di balik tindakan tersebut. Jika tidak, intimidasi serupa akan terus terjadi.

"Saya berharap pelakunya berhasil ditangkap. Tidak hanya pelaku lapangan tapi juga otak kriminalnya atau dalangnya," ujar Supriyadi saat dihubungi, Senin (24/4/2017).

Supriyadi menuturkan, pola intimidasi dengan menyiramkan air keras ke wajah seseorang atau "acid attack" memiliki kecenderungan berulang.

Pola intimidasi seperti itu, kata Supriyadi, tidak jarang menimpa orang-orang yang dianggap sebagai simbol penegakan hukum dan upaya pemberantasan korupsi.

Menurut Supriyadi, sejak 2013 hingga 2017, ICJR menemukan sekitar 20 kasus "acid attack" yang polanya sama dengan kejadian yang dialami oleh Novel.

Dia mencontohkan, pada Desember 2016, seorang aktivis anti-korupsi di Palembang juga pernah disiram dengan air keras oleh orang tidak dikenal.

Baca: Sudah Bisa Membaca, Kondisi Mata Novel Baswedan Makin Membaik

Kasus tersebut diduga kuat terkait dengan kasus korupsi dana bantuan sosial. Hingga saat ini polisi belum berhasi mengungkap pelaku, motif dan dalang dari aksi "acid attack" tersebut.

Selain itu, "acid attack" merupakan model kejahatan yang mudah dilakukan tanpa meninggalkan banyak bukti di tempat kejadian perkara (TKP).

"Ada banyak kasus yang kami temukan. Paling tidak kami bisa menemukan 20-an kasus sepanjang 2013 hingga 2017. Nah kalau kasusnya Novel ini tidak bisa diungkap maka pola ancaman atau intimidasi seperti itu bisa terjadi ulang," ucap Supriyadi.

Selain itu, lanjut Supriyadi, keberhasilan polisi menuntaskan kasus Novel juga penting bagi upaya pemberantasan korupsi.

Dia berpendapat, saat ini banyak pihak yang tidak suka dengan kerja-kerja KPK merasa leluasa karena berhasil melakukan intimidasi tanpa diketahui.

"Novel diserang karena kemungkinan dia menjadi simbol penegakan hukum anti-korupsi. Pihak-pihak yang tidak senang ingin menunjukkan bahwa mereka bisa melakukan apa saja," ungkapnya.

Baca: Kompolnas: Penyerangan Novel Baswedan Rapi, Polisi Kesulitan Ungkap

"Pesannya sampai. Ini sebenarnya kan pesan bahwa mereka bisa melakukan intimidasi dan ini contoh. Bagi yang lain harap hati-hati karena bisa terjadi hal yang sama," tutur Supriyadi.

Penyiraman air keras terhadap Novel terjadi pada 11 April 2017 oleh orang tidak dikenal seusai shalat Subuh di Masjid Al-Ihsan dekat rumahnya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta.

Penyiraman itu diduga dilakukan oleh dua orang yang berboncengan dengan sepeda motor. Polisi memeriksa belasan saksi serta rekaman CCTV yang ada di rumah Novel terkait perkara itu.

Polda Metro Jaya telah mendapatkan identitas dua orang yang fotonya telah dimiliki polisi sebelumnya. Kedua orang itu kemudian diperiksa di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.

Namun, polisi memastikan dua orang itu tidak terkait dengan penyiraman Novel. Novel Baswedan merupakan Kepala Satuan Tugas yang menangani beberapa perkara besar yang sedang ditangani KPK.

Salah satunya adalah kasus dugaan korupsi dalam pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Kompas TV Pegiat Antikorupsi Desak Teror Pada Novel Diusut
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com