JAKARTA, KOMPAS.com - Rapat Panitia Musyawarah yang diadakan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Minggu (2/4/2017), diwarnai pro dan kontra mengenai penafsiran atas putusan Mahkamah Agung (MA).
Putusan itu mengenai pembatalan tata tertib DPD yang menyatakan masa jabatan pimpinan DPD selama 2,5 tahun.
Terdapat kesalahan pada putusan itu. Entah karena salah ketik, ada kesalahan redaksional pada putusan MA. Hal ini menimbulkan berbagai penafsiran. Ada yang menganggap putusan itu cacat sehingga tak bisa dijadikan dasar hukum.
Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad menyayangkan adanya kesalahan pada putusan tersebut, sehingga membuat rapat Panmus menjadi alot.
Dimulai sekitar Pukul 13.30 WIB, rapat baru selesai sekitar pukul 21.00 WIB.
"Kami menyesalkan ketidaktelatenan dari Mahkamah Agung, ketidaktelitian Mahkamah Agung, membuat amar putusan ini sehingga membuat kami keadaan begini," kata Farouk, seusai rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu malam.
(Baca: Rapat Panmus DPD Alot, Muncul Usulan Konsultasi ke MA)
"Itu yang membuat kami habis energi. Tapi lagi-lagi ini kan penafsiran. Yang satu menafsirkan ini cacat, yang satu bilang hanya redaksional," lanjut dia.
Kesalahan
Putusan atas uji materi Tata Tertib DPD Nomor 1 Tahun 2016 yang mengatur masa jabatan Pimpinan DPD menjadi 2,5 tahun, juga menyatakan pembatalan aturan tersebut.
Putusan atas uji materi Tata Tertib DPD Nomor 1 Tahun 2017 yang mengatur diberlakukannya 2,5 tahun masa jabatan pimpinan DPD pada periode 2014-2019 juga menyatakan pembatalan atas aturan tersebut.
Para anggota DPD yang kontra terhadap putusan tersebut menjadikan kesalahan redaksional sebagai alasan.
Pada putusan MA, terdapat beberapa kesalahan. Kesalahan itu di antaranya, menyebut "Dewan Perwakilan Rakyat Daerah", bukan "Dewan Perwakilan Daerah".
(Baca: Setelah Perdebatan Alot, DPD Putuskan Tetap Gelar Paripurna)
Selain itu, ada pula kesalahan pengetikan pada objek putusan yang seharusnya "Tata Tertib Nomor 1 Tahun 2016 dan 2017" yang menetapkan masa jabatan Pimpinan DPD selama 2,5 tahun, tetapi yang tertulis "Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 dan 2017".
Anggota DPD RI dari Jawa Tengah, Akhmad Muqowam menilai, putusan itu diputuskan oleh lebih dari satu orang hakim.
Oleh karena itu, kesalahan yang terjadi tak bisa hanya dianggap kesalahan administratif, tetapi juga berimplikasi pada substansi putusan.
Misalnya, kata Muqowam, soal kesalahan penyebutan "tata tertib" menjadi "undang-undang". Hal ini bisa mengakibatkan adanya penafsiran pada undang-undang lain yang tidak berhubungan.
"Peraturan MA yang ada kekurangan-kekurangan itu saya kira enggak bisa dilaksanakan," kata iad.
Sementara itu, Anggota DPD RI asal Maluku, Anna Latuconsina mengatakan, kesalahan ketik tersebut telah diakui MA.
MA menyatakan akan memperbaiki kesalahan tersebut. Namun, menurut dia, pada putusan itu sudah jelas putusan menyatakan MA mengabulkan permohonan Pemohon.
Adapun, Anna merupakan salah satu dari Pemohon tersebut.
"Orang bodoh pun mengerti ini salah ketik dan ini tidak mengubah substansi. Panitera MA pun telah menyampaikan ini salah ketik dan tidak mengubah substansi," ujar Anna.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.