JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi II DPR akhirnya memutuskan untuk menggelar uji kelayakan dan kepatutan terhadap 14 nama calon Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan 10 nama calon Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Rencananya, uji kelayakan dan kepatutan digelar pada 3 hingga 4 April. Keputusan tersebut diambil setelah Komisi II menggelar rapat internal pada Senin (27/3/2017) lalu.
Meski demikian, masih ada beberapa fraksi yang terlihat belum sepakat dengan keputusan tersebut.
(Baca: Ketua Komisi II Sebut Uji Kelayakan Komisioner KPU-Bawaslu Awal April)
Hal itu disampaikan oleh Anggota Komisi II, Rambe Kamarul Zaman saat dihubungi, Selasa (28/3/2017).
"Demokrat ingin mempersoalkan soal panselnya (panitia seleksi) untuk diundang, Gerindra juga begitu, ya sudah silakan," ujar Rambe.
Ia menambahkan, fraksi-fraksi yang belum sepakat menggelar uji kelayakan dan kepatutan mempersoalkan kapasitas beberapa anggota pansel.
Selain itu mereka juga mempermasalahkan proses seleksi yang dinilai kurang terbuka. Ia juga mengatakan selama ini perdebatan terkait penundaan uji kelayakan dan kepatutan calon Komisioner KPU dan Bawaslu bukan disebabkan adanya pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu.
Sebab, Undang-undang Pemilu baru tidak berlaku surut terhadap hasil seleksi Komisioner KPU dan Bawaslu sebelumnya.
Ia menambahkan, jika nantinya dalam undang-undang baru mengharuskan penambahan jumlah penyelenggara pemilu, Presiden Joko Widodo bisa menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk melangsungkan seleksi tambahan.
(Baca: DPR Proses Uji Kelayakan calon Anggota KPU-Bawaslu disertai Catatan)
Hal itu sekaligus membantah pernyataan Ketua Komisi II Zainudin Amali yang mengungkapkan isi perdebatan di internal Komisi II terkait penyelenggaraan uji kelayakan dan kepatutan.
Seusai memimpin rapat, Amali menyatakan perdebatan terjadi karena ada beberapa fraksi yang menginginkan uji kelayakan dan kepatutan digelar setelah undang-undang yang baru rampung.
Sebab mereka khawatir hasil seleksi yang telah ditetapkan kemudian digugat karena tidak sesuai undang-undang yang baru.
Keberatan beberapa fraksi terkait hasil kerja pansel juga disampaikan Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi Demokrat, Fandi Utomo.