Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sistem Pemilu untuk Siapa

Kompas.com - 17/03/2017, 16:18 WIB

Partisipasi pemilih dalam penyelenggaraan pemilu pada satu sisi mengalami peningkatan, terutama peran serta lembaga survei dan media massa, tetapi ada kemunduran pada aspek pemantauan pemilu, pendidikan pemilih, dan partisipasi pemilih individual dalam melaporkan dugaan pelanggaran hukum pemilu. Integritas pemilu dalam rekapitulasi hasil penghitungan suara masih menjadi persoalan, antara lain karena proses rekapitulasi hasil penghitungan suara pada pemilu Indonesia merupakan proses yang paling panjang di dunia (lima tingkat untuk DPR dan DPD, empat tingkat untuk DPRD provinsi, dan tiga tingkat untuk DPRD kabupaten/kota). Akibatnya, hasil resmi pemilu perlu waktu panjang untuk dapat diketahui publik dan membuka kesempatan manipulasi hasil penghitungan suara pada setiap tingkat.

Selain itu, penegakan hukum dan penyelesaian sengketa pemilu tidak hanya belum menjamin keadilan, tetapi juga tidak tepat waktu. Semua kelemahan ini perlu direspons dalam UU Pemilu.

Fungsi kedua sistem pemilu adalah sebagai instrumen demokratisasi. Setiap unsur sistem pemilu memiliki konsekuensi terhadap berbagai aspek sistem politik, seperti sistem kepartaian, sistem perwakilan politik, efektivitas pemerintahan, integrasi nasional, perilaku memilih, ataupun perilaku politisi. Oleh karena itu, sebelum menentukan pilihan dalam setiap unsur sistem pemilu, pansus dan pemerintah perlu terlebih dulu menyepakati sistem politik demokrasi seperti apakah yang hendak dicapai. Konkretnya, parpol dan sistem kepartaian seperti apa, sistem perwakilan politik seperti apa, efektivitas pemerintahan presidensial dan pemerintahan daerah seperti apa, perilaku memilih dan perilaku politisi seperti apakah yang hendak diwujudkan.

Konsolidasi sistem politik

Sebelum menentukan tujuan ini, pansus dan pemerintah perlu menyepakati hasil evaluasi tentang perkembangan sistem politik demokrasi Indonesia. Misalnya, apakah sistem ini sudah mengalami konsolidasi atau belum?

Salah satu indikator demokrasi yang sudah mengalami konsolidasi adalah demokrasi telah menjadi satu-satunya aturan main dalam mengelola organisasi politik (the only game in town). Apakah parpol sudah dikelola secara demokratis, apakah proses pengambilan keputusan di DPR, DPD, dan DPRD sudah demokratis, apakah organisasi kemasyarakatan dan lembaga non-pemerintah dikelola secara demokratis, apakah pengambilan keputusan di setiap rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) sudah berlangsung demokratis. Saya khawatir jawaban atas setiap pertanyaan ini belum sepenuhnya positif.

Jika demikian halnya, berbagai alternatif pilihan dari setiap unsur sistem pemilu perlu dipertimbangkan dari dua segi. Pertama, apakah konsekuensi alternatif unsur sistem pemilu menimbulkan akibat yang diharapkan. Misalnya, kalau yang dipilih metode kuota Hare, apakah metode ini akan menimbulkan akibat yang dikehendaki. Besaran dapil DPR yang medium (70 dari 77 dapil DPR mendapat 6-10 kursi, sebagian besar dapil DPRD memperoleh 6-12 kursi), parpol dapat memperoleh sisa kursi meski jumlah suara sah yang diperoleh tak mencapai bilangan pembagi pemilihan (BPP), dan penetapan calon terpilih tak perlu mencapai BPP atau mayoritas, sebagaimana diatur dalam UU Pemilu No 8/2012. Ketiganya memberikan insentif bagi calon, pemilih, dan petugas untuk terlibat praktik jual-beli suara.

Dan, kedua, apakah konsekuensi setiap pilihan unsur konsisten dengan konsekuensi unsur sistem pemilu lain. Penggunaan metode kuota Hare (BPP) untuk membagi kursi setiap dapil tak sejalan/konsisten dengan penggunaan ambang batas perwakilan 3,5 persen untuk menyederhanakan jumlah parpol. Yang pertama mempermudah partai memperoleh kursi, sedangkan yang kedua mempersulit. Unsur-unsur sistem pemilu proporsional terbuka yang diadopsi dalam UU No 8/2012 mengandung enam kontradiksi (Strategic Review, Vol 4 No 1 2014).

Kelemahan parpol

Salah satu titik lemah demokrasi Indonesia adalah parpol. Setidaknya parpol peserta pemilu memiliki lima kelemahan menonjol. Pengambilan keputusan esensial tak melibatkan anggota (intra-party democracy sangat lemah), hanya melibatkan sekelompok kecil pengurus (oligarki), bahkan kata akhir berada pada ketua umum (personalistik). Kegiatan parpol dibiayai elite partai karena penerimaan resmi partai jauh lebih kecil daripada pengeluaran. Identitas parpol dari segi kebijakan publik tak jelas karena ideologi partai lebih banyak sebagai tontonan daripada tuntunan. Disiplin partai makin lama makin lemah karena fungsi partai sebagai peserta pemilu makin lama makin diambil alih oleh calon. Kelima kelemahan ini pada akhirnya menyebabkan jumlah pemilih yang mengidentifikasikan diri secara psikologik dengan suatu partai semakin kecil. Singkat kata, parpol belum menjadi lembaga demokrasi.

Berbagai unsur sistem pemilu proporsional dapat dipilih untuk mengatasi setiap kelemahan. Pembangunan parpol menjadi lembaga demokrasi harus jadi salah satu tujuan sistem pemilu. Pemerintahan presidensial dan pemerintahan daerah yang efektif tak mungkin dicapai jika parpol belum berkembang menjadi lembaga demokrasi. RUU Penyelenggaraan Pemilu yang diajukan pemerintah ataupun daftar inventaris masalah yang diajukan fraksi tak menyentuh kelima kelemahan parpol. Jadi, untuk apa dan siapa sistem pemilu dirumuskan? Terlalu mahal sistem pemilu jika hanya digunakan untuk menjamin perolehan kursi bagi partai dan semakin jauh dari tujuan demokrasi perwakilan.

Ramlan Surbakti, Guru Besar Perbandingan Politik pada FISIP Universitas Airlangga, Surabaya, dan Anggota Komisi Ilmu Sosial Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia
---
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 17 Maret 2017, di halaman 6 dengan judul "Sistem Pemilu untuk Siapa".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Nasional
Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Nasional
Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Nasional
Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

Nasional
Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com