JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S Langkun, mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya ikut mengawasi proses dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) oleh kepala daerah.
Hal ini disampaikan Tama menanggapi sikap Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang menerbitkan SK Nomor 6601/4 tahun 2017 tertanggal 16 Januari 2017.
"Kita juga bisa mendorong KPK untuk mengawasi penerbitan atau usaha-usaha buat menerbitkan izin surat keputusan yang baru," kata Tama, dalam diskusi 'Kebijakan Gubernur Ganjar Meneruskan Pembangunan Pabrik Semen: Melawan Hukum?', di Gedung YLBHI, Jakarta Pusat, Selasa (21/2/2017).
Dalam sengketa pendirian pabrik PT Semen Indonesia (Persero) Tbk di Rembang, putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) pada Oktober 2016 menyatakan agar Gubernur Jawa Tengah mencabut SK perizinan pembangunan pabrik tersebut.
Kemudian, Ganjar selaku Gubernur Jawa Tengah, mencabut SK perizinan tersebut dengan menerbitkan SK baru, yakni SK Nomor 6601/4 tahun 2017 tertanggal 16 Januari 2017.
Di sisi lain, SK baru ini juga memerintahkan PT SI menyempurnakan dokumen adendum analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dan rencana pengelolaan lingkungan/rencana pemantauan lingkungan (RKL-RPL).
Satu hari setelah diterbitkan SK Gubernur itu, PT Semen Indonesia menyerahkan dokumen adendum Amdal dan RKL-RPL (Rencana Pengelolaan Lingkungan/Rencana Pemantauan Lingkungan) terbaru sebagai syarat memproses izin lingkungan.
Saat ini, dokumen tersebut sudah berada di tangan Ganjar.
Selanjutnya, Ganjar akan memutuskan apakah dokumen tersebut sudah sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
Menurut Tama, KPK perlu memperhatikan proses yang terjadi dalam sengketa pendirian pabrik semen di Rembang itu.
Langkah ini dinilainya akan sejalan dengan Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNP SDA) yang dicanangkan KPK.
"Jadi, itu salah satu langkah yang bisa diambil. KPK punya tanggung jawab juga di sana. Jadi, enggak sekedar pasif menunggu (adanya laporan) tapi juga mengawal," kata Tama.
Tama mengatakan, sebelumnya, pernah terjadi kepala daerah yang menerbitkan SK terkait izin usaha, yakni Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jaafar.
Azmun diadili di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, pada 2008 lalu lantaran melawan hukum dengan menerbitkan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman atau IUPHHK-HT 15 perusahaan yang bertentangan dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 21/Kpts-II/2001 tanggal 31 Januari 2001.
"Saya pernah lihat amar putusan Bupati Pelalawan. Salah satu perbuatan hukum yang dilakukan Bupati Pelalawan, izin yang sudah jelas-jelas berdasarkan Pemda itu merupakan kawasan lindung karena dia wilayah lahan gambut. ada undang-undang yang diterobos di sana," kata Tama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.