Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Minta KPK Awasi Sengketa Pendirian Pabrik Semen di Rembang

Kompas.com - 21/02/2017, 20:03 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S Langkun, mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya ikut mengawasi proses dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) oleh kepala daerah.

Hal ini disampaikan Tama menanggapi sikap Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang menerbitkan SK Nomor 6601/4 tahun 2017 tertanggal 16 Januari 2017.

"Kita juga bisa mendorong KPK untuk mengawasi penerbitan atau usaha-usaha buat menerbitkan izin surat keputusan yang baru," kata Tama, dalam diskusi 'Kebijakan Gubernur Ganjar Meneruskan Pembangunan Pabrik Semen: Melawan Hukum?', di Gedung YLBHI, Jakarta Pusat, Selasa (21/2/2017). 

Dalam sengketa pendirian pabrik PT Semen Indonesia (Persero) Tbk di Rembang, putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) pada Oktober 2016 menyatakan agar Gubernur Jawa Tengah mencabut SK perizinan pembangunan pabrik tersebut.

Kemudian, Ganjar selaku Gubernur Jawa Tengah, mencabut SK perizinan tersebut dengan menerbitkan SK baru, yakni SK Nomor 6601/4 tahun 2017 tertanggal 16 Januari 2017.

Di sisi lain, SK baru ini juga memerintahkan PT SI menyempurnakan dokumen adendum analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dan rencana pengelolaan lingkungan/rencana pemantauan lingkungan (RKL-RPL).

Satu hari setelah diterbitkan SK Gubernur itu, PT Semen Indonesia menyerahkan dokumen adendum Amdal dan RKL-RPL (Rencana Pengelolaan Lingkungan/Rencana Pemantauan Lingkungan) terbaru sebagai syarat memproses izin lingkungan.

Saat ini, dokumen tersebut sudah berada di tangan Ganjar.

Selanjutnya, Ganjar akan memutuskan apakah dokumen tersebut sudah sesuai dengan persyaratan yang berlaku.

Menurut Tama, KPK perlu memperhatikan proses yang terjadi dalam sengketa pendirian pabrik semen di Rembang itu.

Langkah ini dinilainya akan sejalan dengan Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNP SDA) yang dicanangkan KPK.

"Jadi, itu salah satu langkah yang bisa diambil. KPK punya tanggung jawab juga di sana. Jadi, enggak sekedar pasif menunggu (adanya laporan) tapi juga mengawal," kata Tama.

Tama mengatakan, sebelumnya, pernah terjadi kepala daerah yang menerbitkan SK terkait izin usaha, yakni Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jaafar.

Azmun diadili di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, pada 2008 lalu lantaran melawan hukum dengan menerbitkan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman atau IUPHHK-HT 15 perusahaan yang bertentangan dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 21/Kpts-II/2001 tanggal 31 Januari 2001.

"Saya pernah lihat amar putusan Bupati Pelalawan. Salah satu perbuatan hukum yang dilakukan Bupati Pelalawan, izin yang sudah jelas-jelas berdasarkan Pemda itu merupakan kawasan lindung karena dia wilayah lahan gambut. ada undang-undang yang diterobos di sana," kata Tama. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com