JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Hanura, Dadang Rusdiana yakin hak angket yang diusulkan empat fraksi di DPR terkait kembalinya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, akan ditolak di dalam rapat paripurna.
"Ditolak lah. Mayoritas fraksi pendukung pemerintah masih solid," kata Dadang dalam pesan singkat, Selasa (14/2/2017).
Ia merujuk sikap Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang beranggapan bahwa pemberhentian sementara Ahok ditangguhkan sebelum ada tuntutan resmi dari jaksa.
Pasalnya, ada dua pasal yang digunakan untuk mendakwa Ahok, yaitu Pasal 156 dan Pasal 156 a KUHP, dengan ancaman hukuman masing-masing empat dan lima tahun.
(baca: Kata Mendagri, Pemberhentian Sementara Ahok Tunggu Tuntutan Jaksa)
Sementara, alasan sejumlah fraksi mengajukan hak angket, yakni merujuk Pasal 83 ayat (1) UU tentang Pemerintah Daerah.
Dalam pasal tersebut disebutkan kepala daerah yang didakwa melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman lima tahun, diberhentikan sementara.
"Jadi di sini ada perbedaan pendapat. Tidak ada dugaan jelas pelanggaran UU oleh pemerintah. Ini adalah ruang perbedaan penafsiran," ujarnya.
"Kita lihat di paripurna. Saya yakin nasib hak angket tidak akan berlanjut," lanjut dia.
(baca: Terkait Status Ahok, Mendagri Akan Konsultasi dengan MA)
Ia menambahkan, Fraksi Hanura secara tegas akan menolak usulan tersebut. Menurut dia, usulan hak angket hanya akan memunculkan kegaduhan politik baru.
"Jadi para politisi Senayan lebih baik tunggu Mendagri yang sedang meminta pertimbangan hukum MA. Kan ribut-ribut terus tidak bagus," tandasnya.
Mendagri sebelumnya berencana meminta masukan dari Mahkamah Agung (MA) terkait penafsiran pasal-pasal yang didakwakan terhadap Ahok.
Rencananya, konsultasi itu akan dilakukan hari ini. Hal itu dilakukan atas instruksi Presiden Joko Widodo.
"Apakah ini salah atau benar, semua orang punya tafsir, maka dari itu kami minta kepada MA yang lebih fair," kata Tjahjo.