JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota koalisi masyarakat sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi Aradila Caesar menilai, proses rekrutmen calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) harus dimasukan dalam revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
UU yang diusulkan pemerintah itu telah masuk dalam program legislasi nasional 2017.
"Di revisi harus masuk ketentuan rekrutmen calon hakim MK dari Mahkamah Agung, Presiden, dan DPR," kata Aradila di kawasan bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (12/2/2017).
Menurut Aradila, dimasukannya ketentuan tersebut akan memberikan ruang keterlibatan publik. Sehingga, lanjut dia, terjadi sistem pengawasan yang berimbang.
(Baca: Proses Seleksi Hakim MK di Era Jokowi Diharapkan Lebih Baik)
Peneliti Indonesia Corruption Watch itu mencontohkan, proses seleksi yang terjadi saat pemilihan hakim I Dewa Gede Palaguna yang menggantikan hakim Hamdan Zoelva pada 2015 lalu.
Aradila menilai, proses seleksi terjadi secara terbuka dengan adanya ruang keterlibatan publik.
"Ada pansel (panitia seleksi), ada makalah, uji integritas. Masyarakat bisa hadir dan menanyakan langsung kepada calon hakim MK," ucap Aradila.
Aradila berharap, proses seleksi yang terjadi saat itu juga diterapkan dalam mencari calon hakim MK pengganti Patrialis Akbar.
Pasca penetapan Patrialis sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hakim MK berjumlah 8 orang.
Saat ini, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah menyerahkan surat rekomendasi pemberhentian sementara Patrialis kepada Presiden Jokowi.
Presiden juga tengah merancang panitia seleksi hakim MK untuk mencari pengganti Patrialis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.