Pengacara Dahlan, Yusril Ihza Mahendra menganggap ada sejumlah kejanggalan dalam penetapan tersangka.
Ia mempermasalahkan dua alat bukti yamg dimiliki penyidik untuk meningkatkan status kliennya.
Menurut dia, janggal jika penerbitan sprindik dan penetapan tersangka dilakukan pada hari yang sama.
Akhirnya, Dahlan mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 3 Juli 2015.
Dalam putusan praperadilan pada 4 Agustus 2015, Hakim Lendriaty Janis mengabulkan semua permohonan Dahlan.
Hakim memutuskan bahwa penetapan tersangka Dahlan oleh Kejati DKI tidak sah secara hukum karena tidak cukup bukti. Dengan demikian, kasus itu tak dapat lagi diproses oleh Kejati DKI.
(Baca: Status Tersangka Dahlan Tak Sah, Kejaksaan Tetap Usut Korupsi Gardu Listrik)
Kasus Pelepasan Aset BUMD Jatim
Lolos dari kasus gardu listrik dan vonis sidang mobil listrik, sekitar Oktober 2016, kejaksaan kembali mengincar Dahlan.
Ia beberapa kali dipanggil oleh penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Timur untuk diminta bersaksi dalam kasus pelepasan aset BUMD Jatim.
Diduga, pelepasan aset PT Panca Wira Usaha (PWU) berupa 33 tanah dan bangunan tanpa prosedur yang ditetapkan itu merugikan negara miliaran rupiah.
Setelah pemeriksaan kelima, Dahlan ditetapkan sebagai tersangka.
(Baca: Dahlan Iskan Hadirkan Yusril di Sidang Dakwaan Kasus Pelepasan Aset BUMD)
Tak hanya itu, Dahlan juga langsung mengenakan rompi tahanan begitu keluar dari gedung Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Kamis (27/10/2016).
Ia kemudian ditahan di Lapas Kelas I Surabaya di Medaeng, Sidoarjo.
Selain Dahlan, mantan Manajer Aset PT PWU yang aktif menjabat Ketua DPC Partai Hanura Surabaya, Wisnu Wardhana, sudah ditetapkan sebagai tersangka pada kasus yang sama sejak awal Oktober lalu dan juga ditahan.
Namun, pihak keluarga mengajukan penangguhan penahanan. Alasannya, kondisi kesehatan Dahlan kian memburuk setelah ditahan.
Pasca operasi cangkok hati beberapa tahun lalu, Dahlan hingga kini masih harus rutin kontrol ke luar negeri.