Menurut Yasonna, rencana tersebut telah ditetapkan melalui beberapa kali rapat dan diputuskan bahwa jalur rekonsiliasi merupakan solusi terbaik untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu, termasuk kasus TSS.
Yasonna mengatakan, keputusan tersebut salah satunya berangkat dari alasan Kejaksaan Agung yang kesulitan dalam mencari alat bukti saat proses penyidikan.
Dengan demikian, kasus TSS mustahil untuk diselesaikan melalui pengadilan HAM ad hoc.
Hal senada juga diungkapkan oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto.
Saat dikonfirmasi Kompas.com, Wiranto membenarkan adanya rencana rekonsiliasi dalam menuntaskan kasus TSS.
Namun, Wiranto belum bisa menjelaskan konsep rekonsiliasi yang akan diterapkan oleh pemerintah.
"Iya itu ada. Nanti saya jelaskan. Saya belum bisa jelaskan sekarang," ujar Wiranto singkat.
Hasil penyelidikan Komisi Penyelidik Pelanggaran (KPP) HAM Tragedi Trisakti, Semanggi I dan II pada bulan Maret 2002, menyatakan bahwa ketiga tragedi tersebut bertautan satu sama lain.
KPP HAM TSS juga menyatakan, bahwa “…terdapat bukti-bukti awal yang cukup bahwa di dalam ketiga tragedi telah terjadi pelanggaran berat HAM yang antara lain berupa pembunuhan, peganiayaan, penghilangan paksa, perampasan kemerdekaan dan kebebasan fisik yang dilakukan secara terencana dan sistematis serta meluas…”.
Komnas HAM melalui KPP HAM TSS merekomendasikan untuk melanjutkan penyidikan terhadap sejumlah petinggi TNI/POLRI pada masa itu.
Namun, hingga saat ini Kejaksaan Agung belum meneruskan berkas penyelidikan tersebut ke tahap penyidikan.
emerintah telah menyosialisasikan sejak jauh hari bahwa KK tak bisa digunakan sebagai syarat menyoblos.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.