BOGOR, KOMPAS.com - Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, Presiden Joko Widodo sudah meminta jajarannya agar mempersiapkan seleksi hakim Mahkamah Konstitusi pengganti Patrialis Akbar secara terbuka dan transparan.
Melalui proses yang terbuka dan transparan, diharapkan tak ada kasus hakim MK terjerat kasus hukum.
"Pengalaman penunjukan Pak Patrialis jangan terulang kembali sehingga partisipasi publik itu dilibatkan," kata Pramono, di Istana Bogor, Selasa (31/1/2017).
Pada 2013, Patrialis ditunjuk langsung sebagai hakim MK oleh Presiden saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono.
Proses pemilihan Patrialis dianggap tidak transparan dan tidak membuka peluang bagi masyarakat untuk turut menyumbangkan pendapat.
Padahal, berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi diatur mengenai pencalonan hakim konstitusi secara transparan dan partisipatif.
Keputusan Presiden No 87/P Tahun 2013 tentang pengangkatan Patrialis juga digugat dan dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara.
Namun, pemerintah banding dan putusan itu dianulir oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan juga Mahkamah Agung sehingga Patrialis tetap menjabat sebagai hakim MK.
Kini, Patrialis terjaring operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi atas dugaan menerima suap.
"Mudah-mudahan dengan adanya pansel dan partisipasi publik dilibatkan bisa didapat calon hakim MK yang baik," ujar Pramono.
Ia mengatakan, sejauh ini Presiden belum menerima surat dari Mahkamah Konstitusi terkait status Patrialis.
Begitu surat diterima dan dipastikan status Patrialis tak lagi hakim MK, maka pemerintah akan segera bekerja mencari penggantinya.
"Kami ingin sangat cepat, kami ingin segera, karena Pak Patrialis sudah mengundukan diri," kata Pramono.
Patrialis ditangkap KPK setelah diduga menerima suap senilai 20.000 Dollar AS dan 200.000 Dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar.
Pemberian dari pengusaha impor daging Basuki Hariman tersebut diduga agar Patrialis membantu mengabulkan gugatan uji materi yang sedang diproses di Mahkamah Konstitusi.