Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Busyro: Kasus Patrialis Penistaan UUD 1945

Kompas.com - 30/01/2017, 17:15 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas mendorong pembenahan besar-besaran terhadap kelembagaan Mahkamah Konstitusi.

Perubahan harus dilakukan karena sudah dua kali Hakim Mahkamah Konstitusi terjerat oleh KPK.

Pada 2013, Ketua MK saat itu, Akil Mochtar, ditangkap KPK atas dugaan suap dalam suap sengketa Pilkada. Akil tengah menjalani vonis penjara seumur hidup.

 

(baca: Mahfud MD: Kalau Patrialis Terbukti Terima Suap, Dia Orang Rakus)

Lalu belakangan, Hakim MK Patrialis Akbar juga ditangkap tangan oleh KPK karena diduga menerima suap terkait uji materi undang-undang.

"Itu bukti bahwa kualitas dan proses pengawasan internal MK sudah saatnya dilakukan perubahan," kata Busyro di Gedung KPK, Jakarta, Senin (31/1/2017).

Busyro mengatakan, MK tidak bisa lagi menjadi lembaga yang mempunyai kewenangan otonom.

 

(baca: Demokrat Minta Kasus Patrialis Tak Dikaitkan dengan SBY)

MK harus melibatkan unsur publik dalam sistem aturan maupun pengawasan internalnya.

Lembaga lain seperti Komisi Yudisial, yang sejatinya bertugas untuk mengawasi hakim, juga harus dilibatkan.

"Kasus (Patrialis) ini penistaan terhadap Undang-Undang Dasar. Dan itu bukan tanggung jawab tersangka saja. Secara keseluruhan, harus dijadikan pembelajaran oleh institusi MK," ucap Busyro.

(Baca: MK Hapus Kewenangan KY dalam Seleksi Hakim Pengadilan Umum)

Patrialis ditangkap di Grand Indonesia setelah diduga menerima suap senilai 20.000 Dollar AS dan 200.000 Dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar.

Patrialis ditangkap dalam operasi tangkap tangan, Rabu (25/1/2017). Patrialis ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga menerima suap sebesar sebesar 20.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar.

 

Pemberian dari pengusaha impor daging Basuki Hariman tersebut diduga agar Patrialis membantu mengabulkan gugatan uji materi yang sedang diproses di Mahkamah Konstitusi.

Perkara gugatan yang dimaksud, yakni uji materi nomor 129/puu/XII/2015. Pengujian tersebut terkait Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

(baca: Basuki Hariman Akui Beri Uang kepada Orang Dekat Patrialis)

Patrialis membantah menerima suap. Patrialis justru menganggap dirinya sebagai korban, bukan seorang pelaku korupsi.

 
 

Ia meminta agar para hakim Mahkamah Konstitusi serta masyarakat memahami bahwa dirinya sedang mendapat perlakuan tidak adil.

"Demi Allah, saya betul-betul dizalimi. Saya tidak pernah menerima uang satu rupiah pun dari Pak Basuki," ujar Patrialis.

Kompas TV Kasus Suap yang Terjadi di Mahkamah Konstitusi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPU Sebut Upaya PPP Tembus Parlemen Kandas Sebab Gugatan Banyak Ditolak MK

KPU Sebut Upaya PPP Tembus Parlemen Kandas Sebab Gugatan Banyak Ditolak MK

Nasional
Dugaan Rayu PPLN, Ketua KPU Hadiri Sidang DKPP Bareng Korban

Dugaan Rayu PPLN, Ketua KPU Hadiri Sidang DKPP Bareng Korban

Nasional
Jokowi Ingatkan BPKP untuk Cegah Penyimpangan, Bukan Cari Kesalahan

Jokowi Ingatkan BPKP untuk Cegah Penyimpangan, Bukan Cari Kesalahan

Nasional
Indonesia Jadi Tuan Rumah WWF 2024, Fahira Idris Paparkan Strategi Hadapi Tantangan SDA

Indonesia Jadi Tuan Rumah WWF 2024, Fahira Idris Paparkan Strategi Hadapi Tantangan SDA

Nasional
Asa PPP Tembus Parlemen Jalur MK di Ambang Sirna

Asa PPP Tembus Parlemen Jalur MK di Ambang Sirna

Nasional
Ingatkan BPKP Jangan Cari-cari Kesalahan, Jokowi: Hanya Akan Perlambat Pembangunan

Ingatkan BPKP Jangan Cari-cari Kesalahan, Jokowi: Hanya Akan Perlambat Pembangunan

Nasional
Ada Serangan Teroris di Malaysia, Densus 88 Aktif Monitor Pergerakan di Tanah Air

Ada Serangan Teroris di Malaysia, Densus 88 Aktif Monitor Pergerakan di Tanah Air

Nasional
Mahfud Blak-blakan Hubungannya dengan Megawati Semakin Dekat Sesudah Ditunjuk Jadi Cawapres

Mahfud Blak-blakan Hubungannya dengan Megawati Semakin Dekat Sesudah Ditunjuk Jadi Cawapres

Nasional
Mahfud Nilai Pemikiran Megawati Harus Diperhatikan jika Ingin Jadi Negara Maju

Mahfud Nilai Pemikiran Megawati Harus Diperhatikan jika Ingin Jadi Negara Maju

Nasional
Mahfud Pesimistis dengan Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran

Mahfud Pesimistis dengan Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Akui Langkah Ghufron Laporkan Anggota Dewas ke Polisi Gerus Reputasi Lembaga

KPK Akui Langkah Ghufron Laporkan Anggota Dewas ke Polisi Gerus Reputasi Lembaga

Nasional
Kasus Covid-19 Melonjak di Singapura, Anggota DPR: Kita Antisipasi

Kasus Covid-19 Melonjak di Singapura, Anggota DPR: Kita Antisipasi

Nasional
Mahfud Ungkap Hubungannya dengan Prabowo Selalu Baik, Sebelum atau Setelah Pilpres

Mahfud Ungkap Hubungannya dengan Prabowo Selalu Baik, Sebelum atau Setelah Pilpres

Nasional
Pesimistis KRIS BPJS Terlaksana karena Desain Anggaran Belum Jelas, Anggota DPR: Ini PR Besar Pemerintah

Pesimistis KRIS BPJS Terlaksana karena Desain Anggaran Belum Jelas, Anggota DPR: Ini PR Besar Pemerintah

Nasional
Soal RUU Kementerian Negara, Mahfud: Momentumnya Pancing Kecurigaan Hanya untuk Bagi-bagi Kue Politik

Soal RUU Kementerian Negara, Mahfud: Momentumnya Pancing Kecurigaan Hanya untuk Bagi-bagi Kue Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com