JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Agus Hermanto menegaskan bahwa penunjukan Patrialis Akbar sebagai hakim pada Mahkamah Konstitusi oleh Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono sudah sesuai prosedur.
Menurut Agus, sebelum menunjuk Patrialis pada Agustus 2013, SBY telah melakukan proses penyaringan dan pengamatan dalam koridor undang-undang dan peraturan yang berlaku.
"Apakah dulu prosesnya resmi? Resmi. Apakah prosesnya jelas? Jelas. Pasti ada fit and proper test-nya. Semua proses dilalui sesuai dengan undang-undang dan peraturan hukum yang berlaku," kata Agus di Jakarta, Minggu (29/1/2017).
Ia menambahkan, dengan prosedur yang jelas, Patrialis akhirnya ditunjuk sebagai hakim konstitusi.
Wakil Ketua DPR RI itu meminta semua pihak tidak menyamaratakan prosedur pengajuan hakim MK oleh pemerintah, DPR, dan Mahkamah Agung (MA).
Menurut Agus, ketiganya memiliki mekanisme pengajuan yang berbeda dan semuanya diatur di dalam Undang-Undang MK Nomor 24 Tahun 2003.
"Jadi saya pastikan prosesnya sudah sesuai, tak ada yang dilanggar dan semuanya mengacu pada undang-undang," kata Agus.
Mantan hakim konstitusi, Harjono, menilai bahwa Patrialis membawa banyak beban di pundaknya saat ia ditunjuk sebagai hakim konstitusi pada 2013. Hal itu karena Patrialis ditunjuk langsung oleh SBY.
"Dia (Patrialis) menanggung beban pada kepercayaan yang diberikan Presiden waktu itu, Pak SBY," kata Harjono kepada Kompas.com, Jumat (27/1/2017).
Apalagi, kata Harjono, pengangkatan Patrialis itu juga sempat dipermasalahkan oleh sejumlah pihak.
Proses pemilihan Patrialis dianggap tidak transparan dan tidak membuka peluang bagi masyarakat untuk turut menyumbangkan pendapat.
Berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, pencalonan hakim konstitusi dilakukan secara transparan dan partisipatif.
Keputusan Presiden No 87/P Tahun 2013 tentang pengangkatan Patrialis juga digugat dan dikabulkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara. Namun, pemerintah banding dan keputusan itu dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan juga Mahkamah Agung.
"Kita tahu semua, bukan rahasia umum, dulu ada yang persoalkan kenapa tidak dipilih secara transparan. Tidak ada panitia seleksinya," ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.