Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Patrialis Ingatkan MK Pentingnya Evaluasi Sistem Rekrutmen Hakim

Kompas.com - 29/01/2017, 21:26 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Nama Hakim Konstitusi Patrialis Akbar yang kini menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Koruspi (KPK) memunculkan wacana revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki menilai, salah satu persoalan hulunya adalah dari rekrutmen hakim konstitusi yang kini masih belum seragam di antara tiga lembaga yang berwenang menunjuk, yaitu pemerintah, DPR, dan Mahkamah Agung (MA).

"Dalam Pasal 24C UUD 1945 disebutkan bahwa hakim konstitusi diusulkan "oleh" bukan "dari" pemerintah, DPR, dan MA," ujar Suparman dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Sabtu (28/1/2017).

Poin tersebut, kata dia, perlu ditegaskan dalam UU MK mengenai mekanisme penunjukan. Terutama menekankan prinsip transparan dan partisipatif.

Masalahnya, dalam Pasal 20 UU MK disebutkan bahwa tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan hakim konstitusi diatur oleh masing-masing lembaga yang berwenang.

"Problemnya di sini. Karena mekanisme ditentukan oleh masing-masing lembaga. Ini harusnya direvisi. Ditentukan dalam UU," kata dia.

Ia mencontohkan penunjukan Patrialis yang dilakukan langsung oleh Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sebelumnya, SBY sendiri pernah menunjuk hakim konstitusi melalui mekanisme tim seleksi.

Begitu juga pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo. "Jaman Pak SBY dia menggunakan berbagai cara. Jaman Bang Buyung (Adnan Buyung Nasution) di Wantimpres pakai tim seleksi tapi periode berikutnya main tunjuk saja. Seperti yang berlaku pada Patrialis," ucap Suparman.

"Jokowi pakai tim seleksi. Terpilih Palguna (Hakim Konstitusi I Gede Dewa Palguna)," sambungnya. Ucapan permohonan maaf dari Ketua MK, Arief Hidayat, menurutnya masih belum cukup.

Pada kesempatan yang sama, Anggota Komisi III DPR, Saiful Bahri Ruray, mengatakan wacana untuk menata ulang MK berkembang di internal komisi. Mulai dari sistem rekrutmen, pengertian "dari" dan "oleh", hingga informasi bahwa Patrialis ditangkap bukan dalam rangka Operasi Tangkap Tangan.

"Ada usulan dari Pak Akbar Faisal bagaimana kalau kita melakukan gelar perkara ala Komisi III," kata Saiful.

Namun, Saiful mengatakan, kasus yang menimpa Patrialis memengaruhi Rancangan Undang-Undang Jabatan Hakim yang kini tengah bergulir di DPR.

Mekanisme rekrutmen, kata dia, perlu dibuat secara terpadu antara tiga lembaga yang berwenang menunjuk hakim konstitusi. "Mungkin harus diperkuat dengan kejadian ini. Mekanisme rekrutmen," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com