JAKARTA, KOMPAS.com - Parlemen kembali diributkan urusan partai dan kursi pimpinan. Usai PDI-P meminta jatah satu kursi pimpinan DPR dan MPR, kini giliran Partai Gerindra dan PKB yang ikut ribut.
Gerindra mewacanakan penambahan satu kursi pimpinan MPR, di luar jatah PDI Perjuangan. Sedangkan PKB menginginkan penambahan satu kursi pimpinan DPR, di luar jatah PDI-P.
Jika wacana ini disetujui, maka jumlah kursi pimpinan DPR dan MPR masing-masing menjadi tujuh.
Menanggapi keinginan itu, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menyatakan adanya kontradiksi antara tuntutan PDI-P yang mengupayakan kursi pimpinan selaku pemenang pemilu sebagai pengejawantahan sistem proporsional.
Namun di sisi lain PDI-P masih tetap mempertahankan sistem pemilihan berdasarkan paket.
"Ini kontradiktif. Dengan kata lain, dengan tanpa mengubah sistem pemilihan, perubahan MD3 yang sekadar mengakomodasi PDI-P memang akhirnya hanya membuktikan betapa pragmatisnya keinginan DPR merubah MD3 ini," ujar Lucius.
Karena itu, Lucius menilai jika hanya mengubah jumlah pimpinan yang hanya melegitimasi PDI-P, maka sesungguhnya UU MD3 tengah dipreteli demi kepentingan politik pragmatis.
"Itu sekadar untuk memenuhi nafsu satu partai saja, bukan untuk memperkuat sistem kelembagaan parlemen. Itu bentuk pelecehan terhadap undang-undang sesungguhnya," kata dia.
Menurut Lucius, fungsi DPR sebagai pengawas pemerintah akan berkurang jika masih disibukkan mengenai kursi pimpinan.
"Makanya partai lain seperti PKB dan Gerinda ikutan minta, dan akhirnya dalam keributan seperti ini fungsi pengawasan DPR terhadap pemerintah jadi melemah karena mereka sibuk mengurusi urusan kursi pimpinan. Kepercayaan masyarakat terhadap DPR pun semakin rendah," ujarnya.
Merasa berhak
Sebagai partai yang memperoleh suara terbanyak setelah PDI-P, Gerindra merasa berhak untuk mendapat satu tambahan kursi pimpinan MPR.
Wakil Ketua Umum Gerindra Ahmad Riza Patria mengatakan, selaku partai oposisi, harapan mendapatkan tambahan satu kursi pimpinan MPR dinilainya wajar.
"Kan kalau bagi Gerindra ini kan posisinya tidak di eksekutif, ada di parlemen, jadi sebagai penyeimbang," kata Riza, saat ditemui di Kompeks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/1/2017).
"Posisi Gerindra kemarin itu mestinya ada di MPR. Kemarin menang dalam paket kan. Tapi kan kami beri kesempatan buat yang lain," ujar dia.