Dalam pasal itu seseorang bisa dimintai pertanggungjawaban jika terbukti dapat mengendalikam atau memengaruhi kebijakan korporasi meski tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan.
"Perluasan ini perlu diperjelas batasannnya. Apabila dikaitkan dengan beberapa teori pertanggungjawaban pidana korporasi seperti 'identification theory' maka tetap disyaratkan kedudukan dan kewenangan dari orang yang bersangkutan dikaitkan dengan tindak pidana yang dilakukan," tuturnya.
Terkait penerapan sanksi, kata Supriyadi, Perma tersebut juga perlu mengatur pidana tambahan atau tindakan tata tertib, selain pidana denda.
(Baca juga: MA Keluarkan Perma 13/2016, Ini Sanksi bagi Korporasi yang Terlibat Tindak Pidana)
Pidana tambahan atau tindakan tata tertib sudah banyak diatur dalam berbagai undang-undang seperti pencabutan izin usaha, pencabutan status badan hukum, perampasan keuntungan, penutupan sebagian atau seluruhnya perusahaan, perbaikan akibat dari tindak pidana, menempatkan perusahaan di bawah pengampuan paling lama tiga tahun, dan lain sebagainya.
Beberapa sanksi pun perlu diatur lebih lanjut, misalnya pencabutan izin usaha atau status badan hukum. Hal ini dikarenakan dampak dari sanksi itu dapat menimpa orang-orang atau pekerja yang mungkin tidak berkaitan dengan tindak pidananya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.