Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Denny Indrayana
Guru Besar Hukum Tata Negara

Advokat Utama INTEGRITY Law Firm; Guru Besar Hukum Tata Negara; Associate Director CILIS, Melbourne University Law School

Fatwa MUI, Hukum Agama, dan Keberagaman

Kompas.com - 29/12/2016, 18:59 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorTri Wahono

Namun bahkan MA, yang menurut putusan Mahkamah Konstitusi, adalah organ utama (main organ), fatwanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Jika Fatwa MA saja—yang kelembagaan negaranya sangat jelas tidaklah mengikat, apatah lagi Fatwa MUI yang kelembagaannya masih belum jelas.

Memang perlu dijelaskan pula di sini, keberadaan MUI dan fatwanya mempunyai derajat yang berbeda dalam praktik bernegara kita dibandingkan fatwa keagamaan lainnya.

MUI paling tidak disebut keberadaannya dalam UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal; UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji; UU Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara; dan UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Dalam UU Surat Berharga Syariah bahkan ditegaskan, lembaga yang memiliki kewenangan dalam menetapkan fatwa di bidang syariah adalah MUI atau lembaga lain yang ditunjuk Pemerintah (Penjelasan Pasal 25).

Sedangkan dalam UU Perbankan Syariah, prinsip syariah merujuk pada Fatwa MUI (Pasal 26 ayat (2)). Meskipun pada ayat (3) pasal 26 tersebut ditegaskan pula, untuk menjadi hukum positif, Fatwa MUI dalam perbankan syariah itu harus diterbitkan dalam Peraturan Bank Indonesia.

Pertanyaan selanjutnya: Apakah negara harus menghormati hukum Islam—atau dalam hal ini Fatwa MUI? Sebagai fatwa agama, tentu maksud diterbitkannya fatwa adalah baik, dan karenanya menjadi wajar bagi negara untuk menghormatinya.

Namun, jika fatwa itu justru berpotensi menimbulkan konflik di tengah masyarakat, di sinilah peran negara untuk menegakkan hukum dan ketertiban, dan hanya tunduk pada hukum positif yang berlaku, dan bukan kepada Fatwa MUI.

Penghormatan negara kepada Fatwa MUI itu, lebih kepada kedudukan fatwa yang mungkin menjadi sumber hukum (hukum aspiratif), tetapi tetap bukan bagian dari hukum positif yang harus dilaksanakan aparatur negara. Sekali lagi, untuk menjadi hukum positif negara, hukum agama harus melalui proses positivisasi, sebagaimana hukum adat melalui proses resepsi.

Bahkan dalam konstitusi (UUD 1945), penghormatan hukum adat lebih mendapatkan dasar legitimasi yang kuat berdasarkan Pasal 18B ayat (2), yang mengatur "Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang".

Sebaliknya, secara konstitusi, eksistensi hukum syariat Islam masih menimbulkan perdebatan, utamanya dengan simbolisasi tujuh kata Piagam Jakarta yang selalu gagal menjadi bagian dari konstitusi.

Apapun, hukum agama (termasuk Fatwa MUI) dan hukum adat, akan dihormati oleh negara sebagaimana Pasal 18B ayat (2) di atas, sepanjang "masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI".

Meskipun, dalam kehidupan bernegara kita, penerapan konsep hukum Islam sudah menjadi bagian dari beberapa hukum positif seperti undang-undang haji, zakat dan perbankan syariah. Serta yang paling monumental adalah UU Pemerintahan Aceh dengan penerapan syariat Islamnya.

Akhirnya, sebagai penutup, saya ingin mengamini pendapat banyak ahli hukum dan politik bahwa, gesekan antara sistem dan norma hukum yang berbeda adalah alamiah dan biasa terjadi.

Apalagi jika perbedaan hukum itu lahir berdasarkan ketidaksamaan norma adat-kebiasaan, apalagi keyakinan beragama. Gesekan alamiah demikian biasanya akan menemukan jalan keluarnya yang damai dan harmonis di tengah masyarakat yang majemuk.

Berbeda halnya jika gesekan itu tidak alamiah, namun bermotif nafsu politik kekuasaan, maka konflik hukum demikian dapat berujung sengketa yang sangat merusak dan menghancurkan peradaban kemanusiaan.

Dengan penutup itu, mari berdoa agar kita semua terus makin dewasa merawat hukum positif kita di tengah berbinnekanya living law yang berkembang, termasuk di tengah keberagaman beragama.

Keep on fighting for the better Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

Nasional
Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Nasional
Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Nasional
Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Nasional
Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Nasional
WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

Nasional
Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Nasional
Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Nasional
Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com