Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Dianggap Tidak Kompak soal Ujian Nasional

Kompas.com - 08/12/2016, 10:47 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Keputusan pemerintah menolak wacana moratorium pelaksanaan ujian nasional dinilai membingungkan.

Pemerintah pun dianggap tidak satu suara atas gagasan yang muncul dari kalangan eksekutif itu sendiri.

"Pemerintah tidak kompak, ribut sendiri. Sangat membingungkan birokrasi di tingkat pelaksanaannya, baik di daerah maupun bagi masyarakat," kata Wakil Ketua Komisi X DPR Fikri Faqih di Kompleks Parlemen, Kamis (8/12/2016).

Keputusan penolakan itu diambil pada sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Rabu (7/12/2016) pagi.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, usulan tersebut perlu dikaji ulang. Sebab, ujian nasional dianggap sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas serta pemerataan pendidikan.

Adapun mekanisme yang ditempuh pemerintah dengan melempar wacana ke publik terkait moratorium ujian nasional, dinilai Fikri kurang etis.

Terlebih, wacana itu dilempar lebih dulu sebelum dibahas di internal kabinet. Pemerintah pun dianggap tidak konsisten dengan sejumlah alasan yang dirumuskan sendiri.

"Ini tidak baik, karena Kemendikbud yang melempar wacana ke publik kemudian mendapat beragam tanggapan dari berbagai kalangan. Namun ternyata kemudian Wapres menyatakan menolak proposal Mendikbud itu," ujarnya.

(Baca: Usulan Moratorium Ujian Nasional Ditolak)

Ketika usulan moratorium itu mencuat, ia mengatakan, Komisi X telah mengundang Mendikbud untuk berdialog pada awal Desember lalu.

Saat itu, Muhadjir menyampaikan delapan alasan yang mendasari pelaksanaan ujian nasional perlu dimoratorium.

(Baca: Pemerintah Rencanakan Moratorium Ujian Nasional)

Pertama, menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung Nomor 2596 K/PDT/2008 tanggal 14 September 2008.

Dengan keluarnya putusan tersebut, maka UN dinilai perlu dimoratorium hingga sarana prasarana sekolah merata di seluruh Indonesia.

Kedua, sesuai dengan nawacita untuk melakukan evaluasi terhadap model penyeragaman dalam sistem pendidikan nasional.

Ketiga, moratorium UN, lanjut Muhadjir, juga guna menghindari siswa putus sekolah atau drop-out.

Keempat, Muhadjir menilai, hasil UN hingga saat ini belum dapat menjadi instrumen peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.

"Bentuk UN selama ini kurang mendorong berkembangnya kemampuan siswa secara utuh," kata Muhadjir di Kompleks Parlemen, Kamis (1/12/2016).

Kelima, cakupan UN yang luas juga menciptakan kesulitan dalam memperoleh UN yang kredibel dan bebas dari kecurangan. Sumber daya yang dikerahkan untuk pelaksanaan UN sangat besar.

Keenam, UN juga dianggap tak berimplikasi sama dan secara langsung terhadap setiap peserta UN.

Ketujuh, UN dinilai belum menjadi alat pemetaan yang tepat. Sebab, pemetaan mutu yang baik menuntut adanya instrumen pemetaan lain selain UN.

Pemetaan mutu, lanjut Muhadjir, tak perlu dilakukan setiap tahun dan tidak perlu diberlakukan untuk seluruh siswa.

Kedelapan, UN dinilai cenderung membawa proses belajar ke orientasi yang salah. Sifat UN dianggap hanya menguji ranah kognitif dan beberapa mata pelajaran tertentu saja.

Kompas TV Siswa & Guru di Kudus Tolak Penghapusan UN
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Prabowo Terima KSAL dan KSAU, Bahas Postur Pembangunan Angkatan

Prabowo Terima KSAL dan KSAU, Bahas Postur Pembangunan Angkatan

Nasional
PKB, Nasdem, dan PKS Ingin Gabung Koalisi Prabowo, AHY: Enggak Masalah

PKB, Nasdem, dan PKS Ingin Gabung Koalisi Prabowo, AHY: Enggak Masalah

Nasional
Dipilih 75 Persen Warga Aceh, Anies: Terima Kasih, Para Pemberani

Dipilih 75 Persen Warga Aceh, Anies: Terima Kasih, Para Pemberani

Nasional
Membangun Ekosistem Pertahanan Negara

Membangun Ekosistem Pertahanan Negara

Nasional
Sidang Sengketa Pileg, Hakim MK Heran Tanda Tangan Surya Paloh Berbeda

Sidang Sengketa Pileg, Hakim MK Heran Tanda Tangan Surya Paloh Berbeda

Nasional
Menpan-RB Anas: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Mulai Mei, CASN Digelar Juni

Menpan-RB Anas: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Mulai Mei, CASN Digelar Juni

Nasional
Shalat Jumat di Masjid Baiturrahman Aceh, Anies Diteriaki 'Presiden 2029'

Shalat Jumat di Masjid Baiturrahman Aceh, Anies Diteriaki "Presiden 2029"

Nasional
Polri Siapkan Posko Pemantauan dan Pengamanan Jalur untuk World Water Forum di Bali

Polri Siapkan Posko Pemantauan dan Pengamanan Jalur untuk World Water Forum di Bali

Nasional
Menkumham Bahas Masalah Kesehatan Napi dengan Presiden WAML

Menkumham Bahas Masalah Kesehatan Napi dengan Presiden WAML

Nasional
Sidang Sengketa Pileg, PAN Minta PSU di 7 TPS Minahasa

Sidang Sengketa Pileg, PAN Minta PSU di 7 TPS Minahasa

Nasional
AHY Ungkap Koalisi Prabowo Sudah Bahas Pembagian Jatah Menteri

AHY Ungkap Koalisi Prabowo Sudah Bahas Pembagian Jatah Menteri

Nasional
Jokowi Minta Relokasi Ribuan Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang Dipercepat

Jokowi Minta Relokasi Ribuan Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang Dipercepat

Nasional
Caleg Tidak Siap Ikuti Sidang Daring, Hakim MK: Suara Putus-putus, Jadi Lapar...

Caleg Tidak Siap Ikuti Sidang Daring, Hakim MK: Suara Putus-putus, Jadi Lapar...

Nasional
Anies-Muhaimin Kunjungi Aceh Usai Pilpres, Ingin Ucapkan Terima Kasih ke Warga

Anies-Muhaimin Kunjungi Aceh Usai Pilpres, Ingin Ucapkan Terima Kasih ke Warga

Nasional
Bareskrim Polri Yakin Penetapan Panji Gumilang sebagai Tersangka TPPU Sah Menurut Hukum

Bareskrim Polri Yakin Penetapan Panji Gumilang sebagai Tersangka TPPU Sah Menurut Hukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com