Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Denny Indrayana
Guru Besar Hukum Tata Negara

Advokat Utama INTEGRITY Law Firm; Guru Besar Hukum Tata Negara; Associate Director CILIS, Melbourne University Law School

Hukum, Hukuman dan Perlindungan HAM

Kompas.com - 08/12/2016, 07:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Editor Wisnubrata

Ruang publik kita sedang ramai memperdebatkan soal dugaan tindak pidana penodaan agama dan makar.

Muncul pertanyaan kenapa lama menetapkan tersangka? Kenapa tidak ada penahanan di kasus penodaan agama? Padahal dalam kasus makar, ada tersangka yang ditahan? Mengapa demikian?

Catatan kamisan kali ini mencoba menjawabnya. Saya tidak akan membahas detail kedua jenis kasus pidana tersebut, tetapi ingin berbagi hal lebih mendasar terkait konsep hukum, hukuman hingga perlindungan hak asasi manusia (HAM), sebagaimana judul catatan minggu ini.

Karena, konsep kehati-hatian penghukuman dan perlindungan HAM itulah yang menjadi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Tarik-menarik antara penerapan hukum pidana di satu sisi dan perlindungan HAM di sisi yang lain itulah yang terus menghangatkan perjalanan suatu kasus pidana dalam praktiknya.

Hukum adalah aturan hidup mulai level diri sendiri, keluarga, masyarakat, bernegara hingga dalam relasi dunia antar bangsa.

Salah satu ciri utama hukum, yang membedakannya dengan norma moral dan sopan santun adalah adanya hukuman alias sanksi yang bisa dijatuhkan kepada pelanggar hukum.

Dalam pelanggaran moral dan sopan santun, sanksinya tidak konkrit. Tidak demikian halnya dengan pelanggaran hukum yang jenis sanksinya beragam, dari hukuman administratif, perdata hingga pemidanaan.

Sanksi pidana dapat berupa kurungan badan (penjara), denda, pencabutan hak bernegara dan kerja sosial. Hukuman paling berat—dan karenanya paling kontroversial—adalah hukuman mati.

Karena hukumannya yang berat, hingga hukuman mati demikian, maka sanksi pidana sifatnya adalah ultimum remedium. Artinya pemidanaan sebaiknya hanya diterapkan untuk mengembalikan neraca keadilan dan ketertiban masyarakat jika (dan hanya jika) hukuman administratif atau perdata sudah tidak lagi memadai sebagai sanksi kepada pelaku pelanggaran.

Sanksi pidana adalah jalan terakhir, dan hanya dikeluarkan sebagai senjata pamungkas.

Mengapa demikian? Salah satunya karena proses hukum acara pidananya dan ujung penghukumannya berpotensi bertentangan dengan perlindungan HAM.

Dalam hal kasus pidana, seorang terdakwa akan berhadapan dengan negara sebagai penuntut, yang diwakili oleh Jaksa. Sebelumnya, dalam proses penyelidikan hingga penyidikan tersangka kemungkinan akan ditangkap, digeledah dan ditahan.

Semua upaya paksa itu dalam kondisi normal menabrak hak asasi warga negara untuk mendapatkan hidup tenang, memiliki privasi dan bergerak bebas. Semuanya terbatasi dan “dilanggar” karena upaya hukum pidana yang sifatnya memaksa.

Oleh karena itulah, agar seorang warga negara dapat memberikan pembelaan yang memadai di hadapan proses hukum, dia wajib didampingi oleh advokat, yang jika dia sendiri tidak dapat memenuhinya—misalnya karena alasan kemampuan ekonomi—maka negara wajib menyediakannya.

Kewajiban demikian diatur dalam pasal 56 KUHAP, yang mengharuskan negara menunjuk pembela untuk terdakwa dengan ancaman penjara lebih dari lima tahun.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com