JAKARTA, KOMPAS.com - Staf ahli anggota Komisi III DPR I Putu Sudiartana, Novianti, mengakui pernah menerima uang yang jumlahnya mencapai Rp 2,7 miliar.
Penerimaan tersebut diduga sebagai hasil gratifikasi yang diterima Putu Sudiartana. Hal tersebut dikatakan Novianti saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (28/11/2016).
Novi bersaksi untuk Putu yang didakwa menerima suap Rp 500 juta dan gratifikasi senilai Rp 2,7 miliar.
"Pernah terima uang, salah satunya di Surabaya, di Stasiun Pasar Turi, sekitar April 2016," ujar Novianti kepada Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Novianti, pada April 2016, Putu memerintahkan dirinya untuk menerima uang sebesar Rp 2,1 miliar dari pihak swasta bernama Salim Alaydrus.
(Baca: Saksi: Pak Putu Minta kalau Bicara Uang Jangan Vulgar, Pakai Istilah Saja)
Uang tersebut disimpan di dalam koper kecil dan diserahkan kepada Novi di Stasiun Pasar Turi.
Setelah diterima, Putu meminta Novi mengirimkan uang tersebut sebesar Rp 1,6 miliar kepada temannya yang bernama Djoni Garyana.
Sementara sisanya yang berjumlah Rp 500 juta diserahkan kepada rekening kerabat Putu yang bernama Ni Luh Putu Sugiani.
Selain itu, pada Mei 2016, Putu kembali menerima uang dari Ippin Mamoto sebesar Rp 300 juta.
Uang diterima melalui Novianti secara tunai di Restoran Sari Ratu Plaza Senayan, Jakarta.
"Saya tidak tahu itu uang apa, hanya diminta ambil saja. Saya kenal Pak Ipin, dia adalah Satgas di Partai Demokrat," kata Novi.
Kemudian, atas perintah Putu, Novi menerima pemberian dari pihak swasta bernama Mustakim sebesar Rp 300 juta.
Pemberian dilakukan secara bertahap melalui rekening atas nama Muchlis (suami Novianti).
Penerimaan uang melalui rekening Muchlis, menurut Novi, dilakukan atas perintah Putu. Menurut Novi, Putu tidak menjelaskan alasan permintaannya tersebut.