JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi memastikan pihaknya terus mengupayakan pembebasan warga negara Indonesia yang diculik oleh kelompok bersenjata.
Pemerintah, lanjut dia, juga terus berkomunikasi dengan keluarga korban penculikan.
"Jadi selain kita mencoba menyelesaikan di Filipina, kami juga lakukan komunikasi dengan keluarga untuk meng-update dari waktu ke waktu," ujar Retno di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/11/2016).
"Kalau ada perkembangan kami lakukan komunikasi dengan keluarga," kata dia.
Retno mengatakan, dengan berkomunikasi dengan pihak keluarga korban, pihak keluarga tidak merasa diabaikan oleh pemerintah. Pihak keluarga pun jadi mengetahui bagaimana kondisi terbaru para sandera.
"Dan ketika saya di Sandakan, minggu lalu, saya ketemu dengan istri dari dua orang yang diculik sebelumnya," ucap dia.
Di sisi lain, lanjut Retno, Menteri Pertahanan juga terus berkomunikasi dengan Menhan Malaysia dan Filipina untuk membahas upaya pembebasan hingga mencari cara agar penyandera ini tidak kembali terulang.
"Kalau kita lihat kejadian yang dulu, maka itu terjadi di Sulu (Filipina). Kemudian empat yang terakhir itu ada di perairan Malaysia. Oleh karena itu, kami minta ke Malaysia untuk meningkatkan keamanan, Tapi secara detail Pak Menhan yang akan maju," ucap Retno.
Setidaknya, sudah terjadi dua kali penyanderaan ABK WNI di Perairan Sabah, Malaysia sejak awal November hingga saat ini.
Pada 5 November 2016, dua WNI yang diculik tersebut adalah nakhoda untuk dua kapal yang berbeda. Keduanya berasal dari Buton, Sulawesi Tenggara.
Mereka menakhodai Kapal SSK 00520 F dan SN 1154/4F. Informasi mengenai penculik belum diketahui.
Menlu Retno memastikan dua WNI tersebut berada di wilayah Kepulauan Sulu, Filipina Selatan.
Kemudian pada 19 November 2016, dua WNI diculik kelompok bersenjata saat tengah mencari ikan bersama 18 rekannya dalam kapal bernomor VW 1738 milik sebuah perusahaan perikanan di Sabah, Malaysia.
Mereka bernama Safaruddin selaku kapten kapal dan Sawal sebagai anak buah kapal.
Atas kejadian ini, Pemerintah Indonesia mengimbau para anak buah kapal Indonesia di Sabah untuk tidak melaut sementara waktu. Mereka baru diperbolehkan berlayar sampai situasi keamanan dianggap kondusif.